Review 100 Meters: Lebih dari Sekadar Lomba Lari

Tim Teaterdotco - 2 jam yang lalu
Review 100 Meters: Lebih dari Sekadar Lomba Lari

100 Meters bukan hanya tentang siapa yang paling cepat di lintasan. Film garapan Kenji Iwaisawa ini mengubah cerita olahraga menjadi kisah reflektif tentang ambisi, persahabatan, dan arti hidup. Diadaptasi dari manga karya Uoto, film ini mengikuti perjalanan dua pelari muda, Togashi dan Komiya, yang terikat oleh satu hal: semangat untuk berlari.

Togashi dikenal sebagai pelari berbakat yang selalu menang dengan mudah sejak kecil. Namun hidupnya mulai berubah ketika bertemu Komiya, murid baru yang kurang berbakat tapi memiliki tekad luar biasa. Persaingan mereka tumbuh menjadi hubungan yang saling mendorong, dari perlombaan kecil di sekolah hingga pertemuan kembali di ajang profesional.

Kini, penonton sudah bisa menikmati kisah penuh emosi ini langsung di layar lebar. 100 Meters resmi tayang di bioskop mulai 7 November 2025, menghadirkan pengalaman sinematik yang mendalam dan memacu adrenalin.

Pertarungan Diri Sendiri

Film ini menampilkan bagaimana lari bukan sekadar kompetisi fisik, tapi juga perjalanan spiritual. Bagi Togashi dan Komiya, setiap langkah adalah pertarungan melawan diri sendiri. Togashi, yang terbiasa menang, mulai kehilangan arah ketika bakatnya tak lagi cukup. Sementara Komiya, yang terus memaksa diri hingga melampaui batas, berjuang menemukan alasan kenapa ia harus terus berlari.

Pertanyaan eksistensial yang muncul di sepanjang film membuat 100 Meters terasa lebih dalam dari anime olahraga pada umumnya. Mengapa manusia terus berusaha menjadi lebih baik? Apa arti kemenangan jika tidak membawa kebahagiaan? Melalui dialog sederhana namun mengena, film ini mengajak penonton merenungkan arti perjuangan dalam hidup.

Visual dan Musik yang Menghidupkan Emosi

Dari segi teknis, 100 Meters tampil luar biasa. Studio Rock ’n’ Roll Mountain bersama Pony Canyon dan Asmik Ace menghadirkan animasi dengan detail memukau. Setiap gerakan otot, pantulan cahaya di lintasan, hingga napas berat para pelari digambarkan begitu nyata.

Kenji Iwaisawa menggunakan teknik rotoscoping untuk menghadirkan nuansa realistis yang jarang terlihat dalam anime olahraga. Adegan lari di tengah hujan, sorot mata yang menahan rasa sakit, hingga momen sunyi di garis finis semuanya terasa hidup dan emosional.

Musiknya juga tak kalah kuat. Komposer Hiroaki Tsutsumi menghadirkan aransemen lembut namun menghantam perasaan. Lagu tema Rashisa dari Official HIGE DANDism menjadi puncak emosi film ini, seolah ikut berlari bersama penonton menuju akhir cerita.

Lebih dari Sekadar Olahraga

Meski alurnya cenderung lambat di beberapa bagian, terutama saat menyorot pergulatan batin para tokoh, 100 Meters tetap memikat karena kedalaman ceritanya. Film ini bukan tentang kecepatan, melainkan tentang ketulusan untuk terus melangkah meski segala terasa berat.

Kenji Iwaisawa berhasil menggambarkan bahwa setiap orang memiliki lintasannya sendiri. Kadang kita harus jatuh, berhenti, bahkan kehilangan arah. Tapi yang terpenting adalah keberanian untuk kembali berlari.

Seperti yang diucapkan Komiya, “Berhenti bukan berarti kalah. Kadang, itu cuma jeda sebelum berlari lagi.”

100 Meters adalah anime yang indah dan emosional, menghadirkan perpaduan sempurna antara visual sinematik, musik yang menggugah, dan filosofi kehidupan yang menyentuh. Ini bukan sekadar film tentang olahraga, tapi kisah tentang manusia yang berjuang melawan waktu, ambisi, dan dirinya sendiri.

Dengan kisah yang menginspirasi dan visual yang memukau, 100 Meters menjadi salah satu tontonan wajib bagi pencinta anime dan drama olahraga. Jangan lewatkan kesempatan menontonnya di bioskop mulai 7 November 2025, dan rasakan sendiri makna sejati dari berlari tanpa henti.