Review Film The Architecture of Love: Angin Segar untuk Film Bergenre Drama Romantis di Indonesia

Baba Qina - Selasa, 30 April 2024 16:18 WIB
Review Film The Architecture of Love: Angin Segar untuk Film Bergenre Drama Romantis di Indonesia

Ika Natassa merupakan salah satu penulis novel fiksi beraliran metropop yang telah memiliki banyak karya dan penggemar. Tema percintaan usia dewasa dengan latar perkotaan menjadi ciri yang tak bisa lepas dari novel-novel yang telah ditulisnya. Sebagian besar novel tersebut pun telah dialihwahankan ke medium film layar lebar.

Seperti contohnya, sebuah karyanya yang berjudul The Architecture of Love (TAOL) yang dirilis mulai pekan ini. The Architecture of Love bercerita tentang seorang perempuan bernama Raia Rasjad (Putri Marino) yang berprofesi sebagai penulis. Ia pergi ke New York untuk mencari inspirasi demi karya terbarunya. Kepergian Raia ke New York juga menjadi penanda hidup barunya setelah bercerai dengan mantan suaminya, Alam (Arifin Putra).

Namun, selama dua bulan menetap di New York, Raia tak kunjung mendapatkan inspirasi. Hingga suatu kejadian membuatnya tak sengaja bertemu dengan seorang lelaki bernama River Jusuf (Nicholas Saputra). Sama seperti Raia, River Jusuf adalah pria yang pendiam dan tak suka keramaian.

Sejak pertemuan pertama, keduanya kembali bertemu secara berkala. River Jusuf banyak mengajarkan hal baru kepada Raia, termasuk cara melihat New York dari sudut pandang berbeda. Namun, River Jusuf juga menyimpan rahasia yang tak terduga. Rahasia apakah itu?

Sejujurnya, pada awalnya, penulis sempat skeptis kalau film The Architecture of Love ini seperti film romance yang 'maksa' untuk shooting di luar negeri. Tapi ternyata, anggapan tersebut musnah ketika telah menonton film ini. Konteks cerita yang dihadirkan bisa dikatakan on point, begitu juga dengan penggunaan beberapa lokasi yang tidak terlihat dipaksakan sama sekali.

Film ini juga memiliki konsistensi cerita dan pendalaman karakter yang boleh dibilang well-executed. Pengenalan dan pendalaman karakter dilakukan secara detail sejak awal. Sobat teater akan dibuat penasaran di awal film dan secara konstan dibuat menebak-nebak ke mana karakter-karakter ini akan berkembang dan ke arah mana ceritanya akan dibawa.

The Architecture of Love juga bisa dibilang berhasil dalam mempertahankan pacing dan plot cerita, tidak terlalu pelan tapi juga tidak terlalu cepat. Formula romance ala-ala Hollywood juga turut dihadirkan, di mana 'misteri' karakter diungkap satu momen per satu per momen sehingga penonton lebih mudah mengerti dan tidak berpikir terlalu banyak di sepanjang film.

Jika boleh disimpulkan, The Architecture of Love adalah film romance Indonesia yang well-excuted dari segi teknis, karakter, dan cerita. Pesan yang ingin disampaikan oleh ceritanya juga kuat berkat plot dan pacing yang konsisten di sepanjang film. Yap, The Architecture of Love jelas merupakan angin segar untuk film bergenre drama romance di Indonesia.