Review Film Getih Ireng: Horor Santet Tersadis yang Menguji Batas Emosi dan Nalar
Tim Teaterdotco - Jumat, 17 Oktober 2025 08:32 WIB
Film Getih Ireng akhirnya resmi tayang di bioskop pada 16 Oktober 2025. Diproduksi oleh Hitmaker Studios, film ini diadaptasi dari thread viral karya Jeropoint, yang dikenal dengan cerita horor tersadis di media sosial. Dengan arahan sutradara Park Chan-wook, Getih Ireng berhasil menghadirkan teror yang bukan hanya menakutkan, tapi juga menyayat secara emosional.
Santet Darah Keturunan yang Mengutuk Pasangan Muda
Film ini mengisahkan Pram (Darius Sinathrya) dan Rina (Titi Kamal), pasangan muda yang baru menikah dan sangat mendambakan seorang anak. Namun, kebahagiaan mereka berubah menjadi mimpi buruk ketika rumah tangga mereka diserang oleh santet Getih Ireng, sebuah kutukan gelap yang menyasar darah dan keturunan.
Kutukan tersebut membuat Rina terus gagal mempertahankan kehamilan. Dari sinilah cerita berkembang menjadi drama psikologis yang penuh ketegangan — bukan hanya soal horor supranatural, tapi juga tentang putus asa dan kehilangan harapan akan masa depan keluarga.
Dari Thread ke Layar Lebar: Adaptasi Horor yang Sukses Bikin Ngeri
Salah satu daya tarik utama film ini adalah keberhasilannya mengadaptasi kisah dari dunia maya ke layar lebar tanpa kehilangan esensi mistisnya. Dari menit pertama, film ini sudah menebar rasa penasaran dengan pendekatan misteri yang rapi dan penuh teka-teki. Penonton diajak menebak siapa dalang di balik santet tersebut, hingga akhirnya terjebak dalam spiral ketakutan yang terus meningkat.
Pada babak kedua, intensitas horor meningkat tajam. Adegan jumpscare, ritual santet, dan momen gore disajikan dengan porsi pas — cukup untuk bikin penonton berteriak, tapi tetap menyimpan sisi psikologis yang kuat.
Akting Totalitas dan Visual Entitas yang Mengerikan
Akting para pemain pantas diacungi jempol. Titi Kamal tampil meyakinkan sebagai Rina yang terjebak antara ketakutan dan keputusasaan, sementara Darius Sinathrya berhasil memperlihatkan emosi seorang suami yang perlahan kehilangan kendali.
Sara Wijayanto juga memberi warna tersendiri lewat perannya yang misterius dan emosional. Salah satu karakter paling menyeramkan dalam film ini adalah entitas kakek-kakek tanpa busana, yang muncul secara tiba-tiba dan menciptakan rasa ngeri sekaligus tidak nyaman — sebuah visual yang sulit dilupakan.
Klimaks Brutal, Bikin Penonton Bertepuk Tangan
Klimaks Getih Ireng menjadi puncak ketegangan yang luar biasa. Dengan perpaduan sinematografi, efek suara, dan koreografi pertarungan yang presisi, adegan akhir film ini terasa brutal, berani, dan menegangkan. Bahkan dalam acara press screening di Plaza Senayan, adegan ini disambut tepuk tangan meriah dari penonton — bukti bahwa film ini berhasil menancapkan kesan kuat.
Horor dengan Nilai Emosional dan Budaya Lokal yang Kental
Lebih dari sekadar tontonan horor berdarah, Getih Ireng menyentuh tema keluarga, harapan, dan kutukan yang diwariskan secara turun-temurun. Film ini mengingatkan bahwa ketakutan terbesar manusia bukan hanya pada hantu, tapi pada kehilangan masa depan dan garis keturunannya sendiri.
Getih Ireng sukses bikin bulu kuduk berdiri sekaligus hati ikut nyeri. Perpaduan mistik, drama, dan teror menjadikannya sajian horor yang lengkap — menyeramkan, emosional, dan sulit dilupakan.