Review Film Rosario: Horor Spiritual yang Menggali Akar Budaya dan Luka Batin

Tim Teaterdotco - 4 jam yang lalu
Review Film Rosario: Horor Spiritual yang Menggali Akar Budaya dan Luka Batin

Film Rosario (2025) resmi tayang di bioskop mulai 31 Oktober 2025, debut penyutradaraan Felipe Vargas, hadir sebagai warna baru di genre horor modern. Menggabungkan okultisme Meksiko, trauma keluarga, dan konflik identitas diaspora Latin, film ini tidak sekadar bercerita tentang kutukan, tetapi juga tentang manusia yang terputus dari akar budayanya sendiri.

Sinopsis: Malam Bersama Mayat dan Rahasia Keluarga

Kisahnya berpusat pada Rosario Fuentes (Emeraude Toubia), seorang pialang saham sukses di New York. Hidupnya penuh logika dan rasionalitas, jauh dari hal-hal mistis. Namun segalanya berubah ketika ia menerima kabar bahwa neneknya, Griselda, meninggal secara misterius di apartemennya. Rosario pun datang untuk mengurus pemakaman, tapi badai salju membuatnya harus bermalam di apartemen sang nenek bersama jasadnya.

Saat menjelajahi ruangan, Rosario menemukan tempat tersembunyi berisi tengkorak manusia, simbol-simbol aneh, serta catatan ritual kuno. Dari sanalah rahasia kelam keluarganya terbuka. Ia mengetahui bahwa darah keluarganya terikat pada perjanjian spiritual yang sudah berlangsung turun-temurun.

Horor dengan Sentuhan Budaya Latin dan Spiritualisme

Felipe Vargas menampilkan unsur okultisme Afro-Karibia dan ritual Katolik tradisional dalam atmosfer yang mencekam. Visual film ini kuat dan penuh simbolisme, dengan pencahayaan yang memperlihatkan benturan dua dunia: kehidupan modern Rosario yang dingin dan masa lalu keluarganya yang gelap serta religius.

Beberapa adegan horor terasa sangat intens. Ada pengaruh kuat dari film seperti Evil Dead dan Drag Me to Hell, terutama dalam penggunaan efek praktikal dan body horror. Tubuh membusuk, belatung yang muncul di dinding, hingga mayat yang tampak hidup kembali menjadi pemandangan yang menegangkan.

Namun di balik kengerian visual, film ini menyimpan pesan mendalam. Horor di sini bukan hanya untuk menakuti, melainkan simbol dari trauma lintas generasi dan ketakutan manusia modern terhadap akar budayanya sendiri.

Penampilan Pemain dan Teknis Produksi

Emeraude Toubia tampil kuat sebagai Rosario. Ia berhasil memerankan perubahan emosi dari sosok profesional yang rasional menjadi perempuan yang terseret dalam mimpi buruk spiritual.
Sementara itu, David Dastmalchian tampil mencolok sebagai tetangga misterius bernama Joe, karakter yang memberikan nuansa aneh sekaligus humor gelap di tengah ketegangan.

Dari sisi teknis, film ini sangat rapi. Desain produksi apartemen tua yang lembap dan suram menambah suasana claustrophobic. Musik garapan Kevin Kiner juga berperan besar membangun suasana tegang, dengan bunyi drum rendah dan bisikan doa yang samar.

Meski kuat dalam atmosfer dan visual, naskah Rosario belum sepenuhnya solid. Beberapa bagian terasa repetitif, dan twist akhirnya mudah ditebak. Unsur budaya seperti praktik Palo Mayombe sebenarnya menarik, tapi kurang dieksplorasi mendalam sehingga kehilangan potensi untuk menjadi pembeda utama.

Namun secara keseluruhan, Rosario tetap layak ditonton. Film ini berhasil memadukan elemen spiritual, budaya Latin, dan tema keluarga dengan cara yang jarang ditemui di horor Hollywood.

Bagi penonton yang mencari horor dengan makna lebih dari sekadar jumpscare, film ini bisa jadi pilihan menarik. Ia menghadirkan refleksi tentang bagaimana manusia modern berhadapan dengan warisan masa lalu yang ingin ia lupakan.

Dengan sinematografi yang menawan, penampilan solid dari Emeraude Toubia, serta sentuhan budaya yang kuat, Rosario (2025) adalah horor spiritual yang menggugah sekaligus emosional. Meski belum sempurna, film ini berhasil meninggalkan kesan mendalam bahwa ketakutan terbesar manusia sering kali bukan berasal dari roh jahat, melainkan dari masa lalu yang tak pernah diselesaikan.