It Was Just An Accident: Ketika Trauma Politik Menjadi Cerita Thriller
Tim Teaterdotco - Senin, 20 Oktober 2025 08:18 WIB
Film It Was Just An Accident, karya terbaru sutradara Iran Jafar Panahi, resmi tayang di bioskop Indonesia mulai 17 Oktober 2025. Drama-thriller ini berhasil mencuri perhatian dunia setelah meraih Palme d’Or di Festival Film Cannes 2025, penghargaan tertinggi di ajang perfilman internasional.
Film berdurasi 1 jam 42 menit ini menyoroti tema berat tentang trauma, moralitas, dan kekerasan politik di Iran, dengan gaya khas Panahi yang tenang, realistis, namun mengguncang emosi penonton.
Sinopsis It Was Just An Accident
Cerita dimulai dari sebuah kecelakaan mobil di malam hari. Eghbal (Ebrahim Azizi) tengah berkendara bersama istrinya yang hamil dan anak mereka ketika menabrak seekor anjing hingga mati. Ia mencoba menenangkan anaknya dengan berkata, “Ini hanya kecelakaan,” namun sang anak menjawab polos, “Ayah telah membunuhnya.”
Adegan sederhana ini membuka tema besar film tentang rasa bersalah dan tanggung jawab moral.
Mobil rusak membuat Eghbal mencari bengkel terdekat, tanpa disadari, ia berhenti di tempat milik Vahid (Vahid Mobasseri), mantan tahanan politik yang dulu disiksa oleh aparat. Begitu mendengar suara langkah kaki palsu Eghbal, Vahid langsung tersentak.
Suara itu sama persis dengan milik penyiksanya di penjara.
Pertemuan itu menyeret Vahid ke dalam konflik batin antara dendam dan pengampunan. Ia berencana membalas dendam, namun masih diliputi keraguan karena tak pernah benar-benar melihat wajah penyiksanya, matanya selalu ditutup selama penyiksaan berlangsung.
Kritik Politik dan Luka Sosial Iran
Lewat karakter-karakter seperti Vahid, Shiva, dan Golrokh, Panahi menampilkan berbagai wajah trauma akibat kekerasan negara. Setiap tokoh membawa luka dan cara berbeda untuk bertahan hidup.
Film ini menunjukkan bahwa dampak kekerasan politik tidak berhenti di dalam penjara — tapi terus hidup dalam ingatan korban.
Dalam salah satu adegan, Panahi memperlihatkan mantan tahanan yang menolong istri Eghbal melahirkan, meski sebelumnya berniat membunuh suaminya. Momen itu menjadi simbol kemanusiaan yang tak sepenuhnya padam di tengah dendam dan rasa sakit.
Latar kota gersang di Azerbaijan, Iran, memperkuat atmosfer kelam dan sunyi film ini. Panahi menggunakan tempo lambat dan sinematografi sederhana untuk menonjolkan pergolakan batin para karakter.
Jafar Panahi dikenal sebagai sutradara vokal yang berulang kali dipenjara dan dilarang membuat film oleh pemerintah Iran. Namun, larangan itu tak menghentikannya. Ia membuat It Was Just An Accident secara diam-diam, tanpa izin resmi dari otoritas.
Keberaniannya berbuah hasil besar. Film ini memenangkan Palme d’Or di Cannes 2025, dan kini dipilih Prancis untuk mewakili mereka di ajang Academy Awards 2026 (Oscar ke-98) dalam kategori Best International Feature Film.
Tayang di Bioskop Indonesia
Setelah menuai pujian di berbagai festival dunia, It Was Just An Accident kini tayang di bioskop seluruh Indonesia. Film ini bukan sekadar thriller yang menegangkan, tapi juga refleksi tentang kekuasaan, trauma, dan pengampunan.
Bagi penikmat film dengan cerita kuat dan makna mendalam, karya Jafar Panahi ini wajib ditonton. It Was Just An Accident membuktikan bahwa seni bisa menjadi bentuk perlawanan yang paling halus, namun paling menggugah.