Review Dune: Part Two: Lebih Baik dari Film Pertamanya

Baba Qina - Kamis, 29 Februari 2024 15:04 WIB
Review Dune: Part Two: Lebih Baik dari Film Pertamanya

Sobat teater tentu masih ingat dengan film Dune yang dirilis pada tahun 2021 lalu. Kisahnya yang belum tuntas, menyisakan rasa penasaran yang amat besar bagi para penggemarnya. Kini, sekuelnya yang diberi judul Dune: Part Two sudah tayang di bioskop seluruh Indonesia. Berkisah tentang Paul Atreides (Timothée Chalamet) yang akhirnya bersatu dengan Chani (Zendaya) dan The Fremen.  

Paul berada di jalur perang balas dendam melawan konspirator yang menghancurkan keluarganya. Menghadapi pilihan antara cinta dalam hidupnya dan nasib alam semesta yang dikenalnya, ia berusaha untuk mencegah masa depan yang mengerikan yang hanya bisa diramalkannya. Mampukah dia?

Menurut penulis, jika dibandingkan dengan era ketika Jodorowsky maupun Lynch mempersiapkan adaptasi layar lebar Dune mereka, Villeneuve jelas memiliki keuntungan lebih dengan teknologi perfilman yang kini telah memungkinkan setiap pembuat film untuk mewujudkan setiap fantasi akan visual pengisahan film mereka. Tapi tetap saja, fantasi yang tinggi tidak akan dapat berbanding lurus tanpa diiringi dengan visi pengarahan cerita yang benar-benar kuat.

Lewat bantuan sinematografer Greig Fraser, sang sutradara berhasil menyajikan Dune: Part Two sebagai presentasi yang teramat megah. Kualitas departemen produksinya pun hadir tanpa cela. Dari sisi musik, Hans Zimmer juga mampu menciptakan iringan musik yang terdengar memiliki identitas yang lebih dekat dengan tema pengisahan yang dibawakan Dune ketimbang terdengar familiar dengan iringan musik garapan Zimmer lainnya sebelum ini.

Menurut penulis, ketika Blade Runner 2049 membantu mengasah kemampuan Villeneuve untuk bercerita melalui capaian teknis filmnya, maka pengaruh yang diberikan oleh filmnya yang berjudul Arrival, dan mungkin seluruh film-film yang telah diarahkan oleh Villeneuve sebelumnya, jelas juga dapat dirasakan dalam tata penuturan Dune: Part Two kali ini.

Sang sutradara juga dengan berani membedah kompleksitas yang dimiliki oleh struktur pengisahan Dune akan intrik sosial dan politik yang mengkritisi kolonialisme serta eksploitasi hasil alam untuk kemudian memaparkan setiap lapisan tersebut secara bertahap. Pilihan tersebut tidak pelak menjadikan Dune bertutur dengan tempo yang cukup lamban memang.

Tapi, pada saat yang sama pemaparan Villeneuve tidak pernah terasa membosankan berkat kehandalannya dalam menjaga intensitas cerita. Tiap konflik, tiap cerita, tiap karakter, serta tiap kondisi pengisahan dihadirkan dengan lugas yang akan membuat mereka yang tidak familiar dengan kisah Dune dapat mengidentifikasi tiap elemen pengisahan film ini dengan mudah. Dengan sokongan kualitas produksi yang maksimal, penuturan Dune akan menghasilkan pengalaman sinematis yang akan membekas lama di benak setiap sobat nonton.

Secara keseluruhan, Dune: Part Two menurut penulis sukses tampil lebih baik dari angsuran pertamanya, dan merupakan sebuah suguhan yang mampu menghipnotis sekaligus testimoni akan kecerdasan serta keandalan Denis Villeneuve sebagai sutradara yang visioner.