Review Film Black Phone 2: Telepon dari Dunia Arwah Kembali Berdering!
Tim Teaterdotco - Rabu, 15 Oktober 2025 11:58 WIB
Mulai tayang di bioskop pada 15 Oktober 2025, Black Phone 2 menandai kembalinya sutradara Scott Derrickson ke dunia horor supranatural yang ia bangun dengan sukses lewat film pertamanya. Sekuel ini bukan sekadar menumpang nama besar pendahulunya, sang sutradara justru membawa kisahnya ke arah yang lebih emosional, dingin, dan menghantui.
Empat tahun setelah peristiwa mengerikan di film pertama, The Grabber memang sudah mati. Tapi seperti yang sering terjadi di dunia horor, kejahatan tidak pernah benar-benar pergi.
Kisah Baru, Luka Lama
Cerita berpusat pada Gwen Blake (Madeleine McGraw), adik dari Finney (Mason Thames), korban penculikan yang dulu berhasil membunuh The Grabber. Kini, Finney tumbuh menjadi remaja yang penuh trauma dan kemarahan, sementara Gwen mulai diganggu mimpi-mimpi aneh dan panggilan dari “telepon hitam” misterius yang seolah datang dari dunia arwah.
Dalam penglihatannya, Gwen melihat anak-anak yang hilang di sebuah kamp musim dingin bernama Alpine Lake. Bersama Finney dan kekasih barunya, Ernesto (Miguel Mora), Gwen berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di sana. Tapi begitu mereka tiba, mimpi berubah jadi kenyataan, dan roh jahat The Grabber kembali menebar teror, kali ini dari balik dunia kematian.
Dari Lorong Gelap ke Salju Mencekam
Kalau film pertama menekan penonton di ruang bawah tanah yang pengap, Black Phone 2 justru membekukan kita di lanskap bersalju Colorado. Sang sutradara memainkan visual bergaya analog dan efek butiran film klasik untuk membawa penonton ke nuansa 1980-an yang terasa nostalgia sekaligus menyeramkan.
Transisi antara dunia nyata dan mimpi digarap begitu rapi. Setiap kali Gwen “masuk” ke dunia mimpi, tone warna dan tekstur gambar berubah drastis, menciptakan sensasi surealis yang mirip A Nightmare on Elm Street versi modern. Keindahan dan bahaya berpadu di balik kabut, membuat penonton tak pernah benar-benar tahu mana kenyataan dan mana halusinasi.
Akting yang Membumi, Ketakutan yang Nyata
Madeleine McGraw tampil memukau sebagai Gwen, kuat tapi tetap rapuh, penuh rasa ingin tahu tapi tak kehilangan sisi manusiawinya. Mason Thames juga berkembang pesat sejak film pertama; ia menampilkan Finney yang berjuang melawan trauma sambil tetap melindungi adiknya.
Ethan Hawke, meski hanya muncul sebentar, tetap menjadi pusat kengerian. Kini tanpa topeng, wajah rusaknya dan suara beratnya menciptakan mimpi buruk tersendiri. Kehadiran Demián Bichir sebagai pengawas kamp menambah dimensi baru membawa nuansa religius dan moral di tengah kekacauan spiritual.
Lebih dari Sekadar Horor
Yang membuat Black Phone 2 istimewa bukan sekadar terornya, tapi juga sisi kemanusiaannya. Film ini mengupas trauma, rasa bersalah, dan usaha untuk berdamai dengan masa lalu. Hubungan Gwen dan Finney menjadi inti emosi cerita, memperlihatkan bahwa ketakutan paling nyata sering kali tidak datang dari makhluk gaib, melainkan dari luka yang belum sembuh di dalam diri.
Derrickson menyeimbangkan horor dan drama dengan matang. Beberapa bagian mungkin terasa lambat, tapi justru itu yang membuat ketegangan terasa nyata dan berlapis. Ketika klimaks tiba, semuanya terbayar lunas, intens, emosional, dan memuaskan.
Dengan atmosfer dingin, visual menawan, dan naskah yang lebih matang, Black Phone 2 bukan hanya sekuel, tapi evolusi. Alih-alih langsung menakuti, Scott Derrickson memilih menggali sisi manusiawi karakternya lebih dulu.
Mulai 15 Oktober 2025, panggilan dari dunia arwah kembali terdengar. Dan kali ini, jawaban di seberang telepon bisa jadi adalah hal terakhir yang ingin kamu dengar.