Review Film Riba: Horor Psikologis Mencekam dari Thread Viral
Tim Teaterdotco - 5 jam yang lalu
Film Riba, yang merupakan produksi perdana dari Verona Films untuk layar lebar, resmi tayang serentak di seluruh bioskop Indonesia mulai 4 Desember 2025.
Diangkat dari thread viral di media sosial X (Twitter) karya akun @mitologue yang telah dibaca jutaan kali, film ini menawarkan premis yang dekat dengan realitas sosial masyarakat kita: ketika himpitan ekonomi memaksa manusia menggadaikan iman dan logika demi jalan pintas.
Berikut adalah ulasan lengkap mengenai film yang disebut-sebut sebagai horor paling relevan dan "mahal" di penghujung tahun ini.
Sinopsis: Ketika Utang Menuntut Nyawa
Berbeda dengan film hantu konvensional yang langsung menebar teror di menit awal, Riba memulai kisahnya dengan drama keluarga yang hangat namun rapuh. Cerita berpusat pada Sugi (Ibrahim Risyad), seorang ayah muda dan pengepul tembakau yang hidup sederhana bersama istrinya, Rohmah (Fanny Ghassani), dua anak mereka, serta ibu mertuanya, Lastri (Jajang C. Noer).
Kedamaian keluarga kecil ini hancur seketika saat Sugi terjerat utang berbunga tinggi dari seorang juragan dan rentenir kejam, Pak Haji (Wafda Saifan). Di tengah keputusasaan ekonomi dan intimidasi penagih utang, Sugi tergoda bujukan sahabat lamanya untuk menempuh jalan pintas: sebuah ritual pesugihan kuno bernama Getih Anak.
Ritual ini menjanjikan kekayaan instan, namun dengan harga yang sangat mahal. Bukan sekadar sesajen, pesugihan ini menuntut darah keturunan sendiri sebagai tumbal. Dari sinilah teror bermula. Sugi tidak hanya dihantui oleh makhluk gaib, tetapi juga oleh rasa bersalah, halusinasi, dan kehancuran mental yang perlahan menggerogoti keharmonisan keluarganya.
Sutradara Adhe Dharmastriya (dikenal lewat Iblis Dalam Kandungan) berhasil menyajikan Riba bukan sebagai parade jumpscare murahan. Film ini dipuji karena pendekatannya yang elegan dan slow-burn. Paruh pertama film dibangun dengan sangat rapi, memperlihatkan betapa mengerikannya teror kemiskinan dan jeratan utang, yang bagi sebagian orang terasa lebih menakutkan daripada hantu.
Film ini berfungsi sebagai alegori sosial yang tajam. Judul Riba bukan sekadar tempelan religius, melainkan metafora tentang bagaimana keserakahan dan keinginan instan dapat memangsa masa depan anak-anak kita sendiri. Pesan moralnya tersampaikan dengan kuat melalui dialog ikonik Mbok Lastri: "Utang dunia dibayar dunia, utang akhirat dibayar nyawa."
Secara visual, sinematografi garapan Fajar Bagaskara patut diacungi jempol. Penggunaan pencahayaan temaram dari lampu teplok dan setting desa yang sunyi menciptakan atmosfer mencekam yang natural tanpa perlu CGI berlebihan. Ditambah dengan tata suara yang memadukan elemen gamelan dan orkestra, film ini sukses membangun ketidaknyamanan yang merayap di kursi penonton.
Performa Aktor yang Menghidupkan Mimpi Buruk
Kekuatan utama film ini terletak pada jajaran pemainnya yang tampil totalitas. Fanny Ghassani mencuri perhatian lewat perannya sebagai Rohmah. Ekspresi kepedihan seorang ibu yang harus melindungi anaknya dari kutukan suaminya sendiri dinilai sangat menghantui dan menyayat hati, terutama pada adegan meninabobokan anak di tengah teror.
Sementara itu, Ibrahim Risyad sukses memerankan Sugi, sosok ayah yang berubah drastis dari penyayang menjadi figur yang kehilangan kendali akibat dosa yang diperbuatnya. Aktor cilik Kevin Danu juga mendapatkan sorotan positif karena mampu menjadi representasi korban yang menanggung dosa orang tua dengan akting yang meyakinkan. Tak ketinggalan, Wafda Saifan tampil mengerikan sebagai rentenir dingin yang bikin geram.
Sebelum resmi dirilis, film ini sempat mengalami perubahan judul. Awalnya diberi judul sesuai thread aslinya, yakni Getih Anak, namun pihak produksi Verona Films memutuskan menggantinya menjadi Riba.
Langkah ini dinilai strategis untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan menekankan inti cerita yang lebih familiar di telinga masyarakat Indonesia. Film ini juga menjadi pembuktian Verona Films, yang sebelumnya sukses besar di dunia sinetron lewat Verona Pictures, bahwa mereka mampu menghadirkan standar sinematografi layar lebar yang berkualitas tinggi dan bersaing dengan rumah produksi lama.
Bagi Anda penggemar film horor yang mencari kedalaman cerita dan bukan sekadar kaget sesaat, Riba adalah tontonan wajib. Film ini menawarkan paket lengkap: drama keluarga yang emosional, kritik sosial yang relevan, serta horor psikologis yang membekas.
Meski ada sedikit catatan mengenai tempo yang melambat di beberapa bagian awal, Riba tetap menjadi salah satu kandidat film horor lokal terbaik tahun 2025.
Film ini menjadi pengingat keras bahwa terkadang, monster paling mengerikan bukanlah hantu di balik pintu, melainkan keputusan salah yang kita ambil saat terdesak.