Review Film The Cursed: Saat Hasrat dan Jiwa Diperdagangkan di Pasar Gaib

Tim Teaterdotco - Sabtu, 18 Oktober 2025 09:31 WIB
Review Film The Cursed: Saat Hasrat dan Jiwa Diperdagangkan di Pasar Gaib

Film horor Korea terbaru The Cursed resmi tayang di bioskop Indonesia sejak 17 Oktober 2025. Disutradarai Hong Won-ki, film ini bukan hanya menghadirkan teror gaib dan darah, tetapi juga menyentil realitas sosial. Ia menyoroti bagaimana manusia bisa jauh lebih menakutkan daripada makhluk supranatural mana pun.

Dengan gaya antologi, visual memukau, dan deretan bintang K-pop, The Cursed memadukan hiburan, kritik sosial, dan horor psikologis yang membuat penonton tegang sekaligus berpikir.

Pasar Arwah dan Harga Jiwa di Dunia Modern

Konsep utama film ini adalah pasar arwah, tempat misterius di mana manusia bisa menukar apa saja yang diinginkan. Mulai dari kecantikan, popularitas, hingga kekuasaan. Namun harga yang harus dibayar bukan uang, melainkan moralitas dan jiwa mereka sendiri.

Pasar arwah dalam The Cursed terasa seperti cerminan marketplace modern. Bedanya, yang dipertaruhkan bukan saldo, tetapi nurani. Ide ini membuat film terasa relevan dengan kehidupan masa kini, di mana banyak orang rela mengorbankan prinsip demi validasi dan status sosial.

Kengerian dalam film ini datang bukan dari hantu, tetapi dari manusia yang kehilangan batas. The Cursed mengingatkan kita bahwa terkadang monster terbesar justru berasal dari dalam diri sendiri.

Lima Cerita, Satu Benang Merah

Hong Won-ki mengemas The Cursed dalam format omnibus. Terdapat lima kisah berbeda yang saling terhubung lewat keberadaan pasar arwah Gwi-si. Setiap segmen punya karakter dan konflik unik. Mulai dari calon penulis yang dihantui masa lalu, siswi SMA yang terjebak ambisi ibunya, hingga wanita yang rela melakukan apa pun demi kecantikan sempurna.

Format ini membuat film terasa dinamis dan penuh variasi. Meski beberapa bagian terlihat terburu-buru, setiap segmen tetap memberi potongan cerita yang menegangkan. Dari keseluruhan kisah, benang merahnya jelas: keinginan manusia yang tidak pernah puas bisa menjadi kutukan yang memakan dirinya sendiri.

Akting Mantap dan Parade Bintang K-pop

Deretan pemain menjadi daya tarik utama film ini. Aktor senior Yoo Jae-myung tampil solid sebagai detektif yang menyelidiki kasus gaib. Moon Chae-won berhasil mencuri perhatian lewat perannya sebagai wanita yang terobsesi pada kecantikan. Ia menjadi simbol dari tekanan sosial terhadap perempuan modern.

Para idola K-pop juga ikut memperkuat daya tarik film. Solar dari Mamamoo tampil mengejutkan sebagai penulis muda di segmen pembuka. Sumin dari StayC membawa nuansa emosional sebagai siswi yang dikendalikan ambisi ibunya. Ada pula Baro dari B1A4 dan Eunseo dari WJSN yang tampil meyakinkan dalam segmen masing-masing.

Meskipun sebagian dari mereka baru di dunia film, akting mereka terasa natural dan tidak sekadar memanfaatkan popularitas.

Visual Kuat dan Pesan Moral yang Menggigit

Dari sisi teknis, The Cursed tampil memukau. Sinematografi yang atmosferik dan tata artistik yang sarat simbolisme membuat setiap adegan tampak hidup. Permainan cahaya dan warna menciptakan ketegangan tanpa harus bergantung pada jump scare.

Adegan kekerasan memang cukup frontal, tetapi tetap relevan dengan pesan film. Semua disajikan untuk menegaskan betapa berbahayanya keserakahan manusia yang kehilangan arah moral.

Lebih dari sekadar horor, film ini terasa seperti refleksi sosial. Ia memaksa penonton bertanya: seberapa jauh kita rela menukar keaslian diri demi pengakuan? Apakah obsesi akan validasi digital di media sosial bukan bentuk lain dari pasar arwah?

Kesimpulan: Horor yang Menyentuh Nurani

The Cursed berhasil memadukan horor okultisme, kritik sosial, dan drama psikologis dengan kuat. Walau format omnibus membuat beberapa bagian terasa singkat, film ini tetap meninggalkan kesan yang dalam.

Pesan moralnya jelas. Kutukan terbesar bukan berasal dari roh jahat, melainkan dari manusia yang tidak tahu kapan harus berhenti menginginkan.