Review It Was Just An Accident, Thriller Iran yang Sarat Makna dan Keberanian

Tim Teaterdotco - Selasa, 21 Oktober 2025 08:22 WIB
Review It Was Just An Accident, Thriller Iran yang Sarat Makna dan Keberanian

Film It Was Just An Accident karya Jafar Panahi menjadi salah satu karya paling berani dan emosional tahun ini. Pemenang Palme d’Or Cannes 2025 ini menyuguhkan kisah tentang dendam, luka batin, dan kemanusiaan di tengah represi politik Iran.

Kisah Kecelakaan yang Mengubah Nasib Banyak Orang

Pada suatu malam yang sepi di jalan pedesaan Iran, seorang pria bernama Ebrahim Azizi berkendara bersama istri dan anaknya. Dalam perjalanan, ia menabrak seekor anjing hingga mati. Sekilas tampak seperti insiden biasa, tapi kecelakaan itu justru membuka jalan menuju peristiwa besar yang mengubah hidup banyak orang.

Ebrahim bertemu dengan Vahid (Vahid Mobasseri), seorang mantan tahanan politik yang masih menyimpan trauma berat. Suara decit kaki palsu Ebrahim membuat Vahid yakin bahwa pria itu adalah Eghbal, orang yang dulu menyiksanya di penjara.

Dipenuhi amarah dan dendam, Vahid menculik pria tersebut. Namun ketika kebenciannya mulai bercampur dengan keraguan, ia mulai bertanya pada dirinya sendiri: apakah ia benar-benar menangkap orang yang bersalah, atau hanya terjebak dalam luka masa lalu yang belum sembuh?

Dilema Moral di Tengah Luka dan Ketakutan

Jafar Panahi tidak hanya membuat film thriller penuh ketegangan, tapi juga menghadirkan kisah tentang dilema moral yang mendalam. Melalui karakter Vahid dan teman-temannya, ia mengajak penonton merenungkan arti keadilan dan batas antara benar dan salah.

Vahid kemudian mencari bantuan dari beberapa mantan tahanan lain yang juga memiliki kisah kelam. Ada Shiva (Maryam Afshari), fotografer yang berani melawan norma sosial; Goli (Hadis Pakbaten), calon pengantin yang berusaha melupakan masa lalu; dan Hamid (Mohamad Ali Elyasmehr), pria yang masih menyimpan kemarahan mendalam.

Pertemuan mereka melahirkan perdebatan panjang tentang keadilan, dendam, dan kemanusiaan. Tidak ada jawaban yang benar-benar memuaskan, dan itulah yang membuat film ini terasa begitu nyata.

Dibuat Tanpa Izin, Tapi Sarat Keberanian

It Was Just An Accident diproduksi tanpa izin resmi dari pemerintah Iran, menjadikannya simbol nyata keberanian. Jafar Panahi memang dikenal sebagai sutradara yang lantang menentang rezim negaranya. Ia berkali-kali dipenjara dan dilarang membuat film, namun tak pernah berhenti berkarya.

Melalui film ini, Jafar Panahi tidak hanya bercerita tentang penindasan, tapi juga melakukan perlawanan lewat seni. Ia bahkan menampilkan karakter perempuan yang tidak berhijab dan bebas berekspresi, sesuatu yang sangat jarang terlihat di film-film Iran.

Dalam wawancara di Toronto International Film Festival 2025, Jafar Panahi mengatakan bahwa film ini adalah bentuk penghormatan kepada teman-temannya yang masih berada di penjara. “Kalau saya tidak pernah dipenjara, mungkin film ini tidak akan pernah ada,” ujarnya.

Sinematografi Sederhana, Emosi yang Dalam

Secara visual, It Was Just An Accident tampil sederhana namun efektif. Jafar Panahi memanfaatkan pencahayaan alami, ruang sempit, dan dialog yang tenang untuk menciptakan suasana tegang dan intim.

Salah satu adegan paling mengena adalah saat Shiva membuka peti berisi pria yang dituduh sebagai Eghbal. Alih-alih memperlihatkan tubuh di dalamnya, Jafar Panahi memilih menyorot wajah Shiva. Dari ekspresinya, penonton bisa merasakan trauma, ketakutan, dan kebingungan yang luar biasa.

Desain suara juga menjadi elemen penting dalam film ini. Suara decit kaki palsu yang terus terdengar menjadi simbol rasa bersalah dan penderitaan yang tak kunjung hilang. Detail kecil seperti ini menunjukkan betapa Jafar Panahi sangat memahami kekuatan sinema yang halus namun mengena.

Refleksi Tentang Dendam dan Kemanusiaan

Di balik ketegangan dan konflik, It Was Just An Accident sejatinya adalah film tentang kemanusiaan. Jafar Panahi menolak memberikan jawaban pasti. Ia membiarkan penonton menilai sendiri apakah balas dendam bisa membawa keadilan, atau justru memperpanjang lingkaran luka.

Film ini mengajak kita melihat sisi rapuh manusia yang sering tersembunyi di balik amarah. Setiap karakter memiliki luka dan cara masing-masing untuk bertahan. Pada akhirnya, Jafar Panahi menyampaikan pesan bahwa penderitaan tidak selalu bisa disembuhkan dengan balas dendam, tapi dengan keberanian untuk menghadapi masa lalu.

Sebagai pemenang Palme d’Or Cannes 2025, It Was Just An Accident layak disebut sebagai salah satu film paling berani dan berpengaruh tahun ini. Jafar Panahi kembali membuktikan dirinya sebagai sutradara yang tidak hanya membuat film, tetapi juga menyuarakan perlawanan melalui seni.

Dengan cerita yang kuat, karakter yang hidup, dan pesan yang menggugah, film ini meninggalkan kesan mendalam bagi siapa pun yang menontonnya. It Was Just An Accident bukan hanya tentang dendam, tapi tentang bagaimana manusia berjuang menemukan makna keadilan di dunia yang sering kali tidak adil.