Review Kupu-Kupu Kertas: Chemistry Chicco Kurniawan dan Amanda Manopo Kurang Maksimal

Baba Qina - Jumat, 9 Februari 2024 17:46 WIB
Review Kupu-Kupu Kertas: Chemistry Chicco Kurniawan dan Amanda Manopo Kurang Maksimal

Setelah kesuksesan film Sayap-Sayap Patah, produser Denny Siregar akhirnya merilis film terbarunya yang berjudul Kupu-Kupu Kertas. Filmnya sendiri sudah membuat banyak orang penasaran tatkala teaser filmnya pertama kali dirilis, karena mengangkat isu kekejaman Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menjadi salah satu sejarah kelam Indonesia.

Film Kupu-Kupu Kertas akan berkisah tentang sepasang kekasih yang hidup di Banyuwangi pada tahun 1965. Mereka adalah Ning (Amanda Manopo) dan Ihsan (Chicco Kurniawan). Namun, kisah cinta mereka tidak berjalan mulus karena adanya perbedaan ideologi di antara mereka.

Ning berasal dari keluarga yang bersimpati pada PKI, sementara Ihsan tumbuh dalam lingkungan organisasi Islam NU. Pada masa itu, hubungan antara NU dan PKI tegang karena konflik perebutan lahan. Dalam situasi yang semakin memanas akibat penculikan beberapa jenderal angkatan darat oleh simpatisan PKI, Ning dan Ihsan tetap mencoba mempertahankan hubungan mereka meskipun berada dalam latar belakang konflik ideologi dan politik.

Ya, bisa dikatakan film ini merupakan film propaganda yang dibangun sebagai melodrama romansa tragedi ala Romeo Juliet yang mencoba membangun konsep yang sama dengan Sayap-Sayap Patah yang telah sukses sebelumnya.

Film ini memang terasa sedih dan beratmosfer mengerikan, tapi penulis sendiri sama sekali tidak melihat Chicco dan Amanda believable sebagai sepasang kekasih. Spark romance dan chemistry-nya bisa dikatakan kurang maksimal, terkesan seperti melihat dua orang yang sedang asyik sendiri mengadu akting mereka and trying to be loving each other.

Seringkali juga romansa mereka berdua di layar harus terbanting dengan konflik PKI-nya. Belum lagi filmnya berusaha sangat keras agar para penontonnya menangis dengan musik biola dengan volume sangat maksimal yang justru terdengar annoying.

Namun, aspek sinematografi dalam film ini bolehlah diacungi jempol. Walaupun masih ada beberapa scene yang tidak memanfaatkan slow motion dengan baik. Belum lagi pacing di pertengahan film ini yang terasa draggy dan cukup membosankan.

Overall, bagi sobat teater yang suka dengan treatment film action tahun 80an, mungkin sobat teater akan enjoy dengan adegan action di film Kupu-Kupu Kertas ini. Walaupun lagi-lagi, seharusnya film ini bisa lebih baik lagi dalam membangun naratifnya agar mampu menciptakan nuansa 65-an dengan baik.