Review Satu Hari dengan Ibu: Drama Keluarga yang Humanis

Baba Qina - Jumat, 22 September 2023 17:43 WIB
Review Satu Hari dengan Ibu: Drama Keluarga yang Humanis

Satu lagi film nasional yang mengangkat tentang pentingnya bakti seorang anak kepada sang ibu. Film berjudul Satu Hari Dengan Ibu karya M. Amrul Ummami ini naskahnya ditulis oleh Amrul bersama dengan M. Ali Ghifari. Selain mengangkat cerita klasik tentang kisah seorang ibu dan anak, film Satu Hari Dengan Ibu juga memperlihatkan bagaimana seorang anak yang terus berusaha menjadi pribadi lebih baik agar bisa berbakti kepada ibunya.

Satu Hari Dengan Ibu berkisah tentang seorang pemuda bermasalah bernama Dewa (Chand Kelvin). Ia terjebak dalam lingkaran waktu yang terus berulang. Setiap kali terbangun, ia mendapati kejadian berulang ketika Ibunya (Vonny Anggraini) meninggal. Hal ini membuatnya sedih dan terpuruk. Ia dengan sekuat tenaga ingin melepaskan lingkaran waktu yang menyiksanya itu.

Dalam prosesnya, ia menyadari berbagai macam kesalahan yang telah ia lakukan. Bersama dengan Putri (Vebby Palwinta) dan teman-temannya, Dewa mencoba untuk berubah menjadi lebih baik. Ia menyesali perbuatannya yang menyakiti hati Ibu dan orang-orang di sekitarnya. Ia terus mencoba memperbaiki diri dan lebih berbakti kepada ibunya.

Di tangan sejumlah sineas, Satu Hari Dengan Ibu dapat saja digubah menjadi presentasi melodrama yang berusaha memaksa untuk tampil sentimental dalam menyentuh hati penontonnya. Pada sejumlah bagian di paruh akhir penceritaannya contohnya, film ini sempat terasa hampir terjebak di wilayah narasi tersebut. Beruntung, pengarahan lugas yang diberikan oleh Amrul terus mampu untuk mempertahankan kesan drama keluarga yang membumi daripada menonjolkan intensitas emosional berlebihan yang menjemukan.

Paparan cerita film ini sebenarnya tergarap dengan sederhana. Kisah bakti anak terhadap ibunya yang kemudian coba dibenturkan dengan konflik dalam kehidupan sang ibu dan anaknya tersebut. Pengembangan premis tadi juga tidak pernah terasa spesial atau berusaha untuk menjadikannya terlihat berbeda dengan banyak film drama keluarga pendahulunya yang lain.

Yang membuat film ini terasa begitu istimewa dan kuat dalam bercerita adalah kesensitivitasan pengarahan yang diberikan oleh sang sutradara pada tiap konflik maupun karakter yang hadir dalam linimasa ceritanya. Amrul memperlakukan drama keluarganya dengan humanis. Dengan begitu, tiap konflik dan karakter dapat memberikan perspektif yang lebih mendalam pada alur pengisahan utama serta tidak hanya sekadar menjadi bentrokan antara hitam dan putih.

Kekuatan pengarahan Angga juga dapat dirasakan pada pilihan-pilihan gambar yang dihadirkan oleh sinematografer Ryan Kurniawan yang dengan intimnya mampu menangkap guratan ekspresi dari wajah tiap karakter atau memberikan pernyataan tegas tentang arti keeratan hubungan antara ibu dengan anaknya ketika mereka sedang bercengkerama.

Jangkar emosional terbesar film ini, tentu saja, hadir dalam penampilan fantastik yang diberikan oleh Vonny Aggraini. Tiap lapisan emosi yang dirasakan oleh karakter Ibu dapat dihidupkan dengan baik oleh Vonny, baik melalui perantaraan dialog maupun lewat ekspresi wajah dan tubuhnya, yang berhasil ditangkap Amrul secara begitu detil dan melekat.

Penampilan Vonny pun dikelilingi oleh penampilan solid dari barisan pemeran muda yang berada di sekitarnya, yang walapun tampil dengan minim dialog namun tetap menyajikan kisah karakternya melalui perantaraan gestur tubuh yang begitu memikat, dan pada akhirnya mampu menjadikan tuturan film ini begitu mudah untuk meresap ke dalam hati setiap mata yang menyaksikannya dan mendorong mereka untuk memeluk, menyapa, atau bahkan sekadar mengingat setiap sosok Ibu yang telah hadir dalam kehidupan mereka.