Review The Red Envelope, Kisah Supranatural yang Sarat Makna Sosial

Yurinda - Senin, 19 Mei 2025 10:16 WIB
Review The Red Envelope, Kisah Supranatural yang Sarat Makna Sosial

The Red Envelope merupakan film terbaru asal Thailand yang dirilis pada tahun 2025 dan langsung mencuri perhatian publik Asia. Disutradarai oleh Chayanop Boonprakob, film ini adalah adaptasi dari film Taiwan Marry My Dead Body (2022), tapi dengan pendekatan yang lebih lokal, menyentuh budaya, tradisi, dan dinamika sosial Thailand.

Film ini mengisahkan Menn, seorang mantan perampok yang kini menjadi mata-mata polisi dalam operasi pemberantasan narkoba. Saat sedang bertugas, ia secara tidak sengaja menemukan sebuah amplop merah, simbol dalam tradisi Tionghoa yang biasanya digunakan dalam ritual pernikahan arwah.

Amplop itu ternyata adalah “perjodohan spiritual” yang mengikatnya dalam pernikahan supranatural dengan roh seorang pria bernama Titi, yang meninggal akibat tabrak lari. Awalnya Menn mencoba menolak, tapi serangkaian kejadian buruk menimpanya.

Ia akhirnya menyerah dan menerima pernikahan tersebut, lalu dibimbing oleh Titi, sang arwah, untuk mengungkap misteri di balik kematiannya. Keduanya membentuk hubungan unik, diwarnai pertengkaran, candaan, dan kerja sama dalam menyelidiki kasus besar yang juga terkait dengan jaringan narkoba yang sedang diselidiki polisi.

Perpaduan Genre yang Segar

The Red Envelope menawarkan campuran genre yang jarang ditemukan dalam satu film: komedi, horor, misteri, dan drama sosial. Nuansa horor terasa lewat kehadiran arwah dan ritual pernikahan roh, tapi disajikan dengan nuansa komedi yang ringan dan menyentuh. Penonton diajak tertawa dengan interaksi kocak antara manusia dan hantu, sambil tetap merasa tegang karena latar kasus kriminal yang membayangi mereka.

Namun, yang membuat film ini istimewa adalah sentuhan dramanya yang membahas isu sosial dengan halus tapi kuat. Topik hubungan sesama jenis diangkat dengan cara yang manusiawi, bukan sekadar sebagai latar belakang karakter.

Menn digambarkan sebagai pria maskulin yang konservatif, sementara Titi adalah sosok yang feminin dan terbuka tentang orientasi seksualnya. Lewat dinamika mereka, film ini menyampaikan pesan tentang penerimaan, empati, dan pentingnya menghargai perbedaan.

Film ini sempat memicu kontroversi di Indonesia karena belum mendapat izin tayang dari Lembaga Sensor Film (LSF) pada awalnya. Special screening yang dijadwalkan pada 26 April 2025 dibatalkan. Namun, setelah dilakukan proses revisi, The Red Envelope akhirnya berhasil lolos sensor dan resmi tayang di Indonesia pada 14 Mei 2025 dengan rating 17+.

Reaksi penonton di Thailand sendiri sangat positif. Film ini mencetak pendapatan lebih dari 100 juta baht dan mendapat penghargaan Audience Choice Award di ajang 49th Hong Kong International Film Festival. Film ini juga mendapat rating tinggi, menandakan bahwa resonansi emosional dan nilai hiburannya diterima luas oleh penonton internasional.

The Red Envelope bukan sekadar film horor atau komedi. Ia adalah refleksi cerdas tentang masyarakat, kepercayaan, dan pentingnya keterbukaan terhadap perbedaan. Dengan naskah yang kuat, arahan sutradara yang cermat, dan kisah yang menyentuh, film ini layak disebut sebagai salah satu karya terbaik perfilman Thailand tahun ini.

Film ini tidak hanya menghibur, tetapi juga mengajak penonton berpikir, tentang cinta, kehidupan setelah kematian, dan makna keberagaman. Selamat menonton!