Review Tuhan, Izinkan Aku Berdosa: Penuh Kritik Sosial yang Tajam

Baba Qina - Jumat, 24 Mei 2024 08:38 WIB
Review Tuhan, Izinkan Aku Berdosa: Penuh Kritik Sosial yang Tajam

Setelah film Perempuan Berkalung Sorban dan Tanda Tanya, kini sineas Hanung Bramantyo kembali menyutradarai film religi yang berbau kontroversial berjudul Tuhan, Izinkan Aku Berdosa. Film ini sendiri merupakan adaptasi dari novel karya Muhidin M Dahlan, yang terbilang cukup berani karena mencoba mengkritik organisasi Islam radikal.

Tuhan, Izinkan Aku Berdosa akan mengikuti kisah Kiran (Aghniny Haque) yang merupakan seorang mahasiswi yang memiliki keinginan kuat untuk mengabdikan hidupnya di jalan Tuhan. Ia kerap melakukan dakwah dan menerapkan syariat Islam dalam berbagai aspek kehidupan.

Di sisi lain, Kiran kerap merasa bersalah ketika sang ayah (Goetheng Iku Ahkin) yang menderita sakit keras dan hanya seorang pensiunan, memberinya sejumlah uang. Apalagi, ibunya (Onet Dewanti) tidak memiliki penghasilan tetap. Suatu kejadian pun mengubah jalan Kiran. Ia seakan harus bertahan hidup dengan berbagai cara. Lalu, apakah Kiran akan tetap berada di jalan yang benar untuk tetap hidup? Atau Kiran akan memilih jalan lain dan berpaling dari-Nya?

Sebelum memulai resensi film ini, izinkan penulis untuk mengingatkan sobat nonton bahwa peringatan yang telah dipajang di teaser atau trailer film ini benar-benar tidak main-main, karena film ini akan berpotensi menyinggung sebagian kalangan tertentu. Pun sebagian penonton lain juga kemungkinan akan merasa tidak nyaman dengan berbagai macam adegan seks dan kekerasan fisik yang cukup eksplisit.

Jika boleh jujur, sebenarnya cerita yang coba disuguhkan di film ini bisa dibilang semacam rahasia umum yang telah terjadi di negara ini. Sebagian dari kita mungkin cukup beruntung tidak mengalami hal-hal mengerikan tersebut, dan Hanung dengan cukup berani mengangkat hal ini ke permukaan.

Alur cerita sengaja dikemas dengan timeline maju mundur, yang otomatis sejak awal sobat teater akan dibuat penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada sosok Kiran. Mengapa karakternya bisa mengalami perubahan secara ekstrim. Untungnya, meski disajikan secara non-linear, tapi editingnya dibuat dengan cukup rapih sehingga jalinan ceritanya tetap enak untuk diikuti.

Fenomena yang dibahas oleh Hanung Bramantyo di film ini terasa begitu dekat dengan keseharian yang terjadi di masyarakat kita. Film ini seolah melakukan kritik sosial terhadap orang-orang yang menggunakan agama untuk berbuat jahat ke sesama manusia dengan cara yang apik. Keras namun berkelas. Hal tersebut bisa terjadi karena Hanung sepenuhnya memposisikan kita semua untuk melihat dari sudut pandang Kiran sebagai korban, sehingga membuat fenomena sosial yang diangkat di sini menjadi semakin terlihat mengerikan.

Hal di atas tadi ditunjang oleh akting Aghniny Haque sebagai Kiran yang sangat luar biasa. Berbagai range emosi yang ditampilkan saat karakter Kiran yang diperankannya harus melalui berbagai macam kejadian dan cobaan benar-benar ditampilkan secara total. Maka tak berlebihan jika menyebut ini sebagai penampilan terbaik seorang Aghniny Haque di antara film-filmnya yang lain.

Pada akhirnya, jika sobat teater merindukan karya-karya Hanung Bramantyo seperti Perempuan Berkalung Sorban dan Tanda Tanya, sudah jelas kalian akan dipuaskan dengan kehadiran Tuhan, Izinkan Aku Berdosa ini. Bisa dibilang, ini menjadi semacam comeback Hanung yang sangat memuaskan.