Review Turning Red: Salah Satu Kisah Terbaik dari Pixar

Baba Qina - Senin, 12 Februari 2024 07:32 WIB
Review Turning Red: Salah Satu Kisah Terbaik dari Pixar

Studio animasi Pixar kembali menyajikan satu lagi kisah unik yang mengembalikan posisinya sebagai pencetak film-film animasi berkualitas tinggi. Turning Red adalah sebuah animasi garapan sineas keturunan Tiongkok-Kanada bernama Domee Shi yang pernah terlibat dalam beberapa produksi film Pixar sebelumnya.

Domee Shi juga pernah meraih Piala Oscar melalui film animasi pendeknya yang berjudul Bao, dan juga tercatat sebagai sineas wanita pertama yang dipercaya menggarap film animasi panjang produksi studio Pixar.

Turning Red bercerita tentang Meilin Lee atau biasa disapa Mei Mei (Rosalie Chiang), yang merupakan seorang gadis berusia 13 tahun keturunan Tionghoa yang tinggal bersama keluarganya di Ontario, Kanada. Mei membantu keluarganya merawat kuil tertua di kotanya yang sekaligus menjadi obyek wisata di pecinan setempat. Mei kini berada di tengah masa pubernya yang menggebu, berseberangan dengan sang ibu, Ming (Sandra Oh) yang disiplin dan keras.

Pelampiasan Mei adalah bersama tiga sahabat sekolahnya yang memiliki tingkah laku tak jauh dari remaja milenial masa kini. Satu polah Mei, akhirnya membawa sang ibu marah dan ia pun merasa dipermalukan di depan rekan-rekan sekolahnya. Pagi harinya, tanpa disadari, Mei berubah menjadi seekor panda merah raksasa. Lantas, bagaimanakah nasib Mei selanjutnya?

Bisa dibilang, kisah dalam film ini merupakan salah satu kisah terbaik di antara film-film Pixar lainnya. Kisahnya amat ringan, sederhana, menghibur, membumi, hangat, dan pastinya memiliki pesan dan makna yang teramat dalam. Terasa sekali jika kisahnya begitu personal bagi sang sineas yang juga turut menulis naskahnya.

Penulis lalu teringat dengan salah satu film animasi berjudul Wolfwalkers yang memiliki kisah serupa yang mengangkat tema tentang mitos dan tradisi lokal yang kuat. Namun, konsep cerita dan pengemasan yang dikedepankan Turning Red terasa jauh berbeda dan lebih kekinian.

Sosok panda merah, yang juga merupakan simbol emosi dari karakter Mei, mungkin adalah salah satu konsep brilian yang disajikan begitu efektif dan mengena dalam mengusung pesan filmnya. Kejutan demi kejutan hingga klimaksnya yang kolosal sekaligus menyentuh sanggup memadukan unsur tradisi dan sisi modern dengan amat manis.

Turning Red juga bukan semata-mata ditujukan bagi penonton remaja saja, tapi justru film yang ditujukan bagi para orang tua. Orang tua yang kolot pasti akan merasa tertampar dengan film ini. Dunia sudah berubah, setiap manusia juga akan berubah, serta tiap generasi telah memiliki perspektifnya sendiri dalam memandang kehidupan. Dan film ini akan mengingatkan kita untuk selalu beradaptasi dengan jaman tanpa melupakan akar tradisi yang kita miliki.