Review Women from Rote Island: Bicara Lantang Soal Isu Kekerasan Seksual pada Perempuan

Baba Qina - Jumat, 23 Februari 2024 15:58 WIB
Review Women from Rote Island: Bicara Lantang Soal Isu Kekerasan Seksual pada Perempuan

Isu kekerasan seksual dan trauma yang melekat pada kaum wanita tentunya sangat penting untuk terus digaungkan lewat media film. Seperti yang dilakukan oleh sebuah film berjudul Women from Rote Island yang tahun lalu berhasil menyabet kategori Film Terbaik di ajang Festival Film Indonesia 2023. Ya, Women from Rote Island serasa ingin memberikan perspektif yang vulgar, lugas, namun tetap adil tentang isu di atas.

Cerita dalam film Women from Rote Island ini akan berpusat pada seorang ibu tunggal bernama Orpa (Merlinda Dessy Adoe) yang harus menghidupi tiga anaknya setelah kepergian suaminya. Orpa harus menghadapi diskriminasi gender dan stigma masyarakat terhadap perempuan dan orang tua tunggal.

Dengan latar Pulau Rote, film ini juga menggambarkan kehidupan keras kaum perempuan di tengah kekayaan alam pulau tersebut. Orpa dan Martha (Irma Novita Rihi), anak perempuannya, menjadi simbol dari perjuangan dan penderitaan yang dialami banyak perempuan di sana.

Women from Rote Island jelas layak untuk menjadi Film Terbaik di ajang FFI tahun lalu karena isu kekerasan seksual pada perempuan benar-benar dihadirkan secara amat keras dalam film ini. Walau jelas bukan merupakan jenis film yang bertutur ala film-film Indonesia pada umumnya, film ini tetap berhasil menggambarkan isu-isu tadi lewat adegan-adegan yang cukup gamblang dengan struktur cerita yang cukup linear.

Latar belakang sang sutradara, Jeremias Nyangoen, yang berasal dari dunia teater tampak jelas pada penggarapan akting dan adegan yang memperlakukan tubuh dan olah vokal secara jauh lebih leluasa daripada kebanyakan film Indonesia pasca reformasi lainnya.

Pun begitu dengan penataan kamera. Blocking dan movement yang dinamis coba diterapkan sang sutradara bukan hanya kepada para pemain, tapi juga pada kamera. Gerak-gerik kamera nyaris dibuat “genit”. Walaupun begitu, secara keseluruhan, mood filmnya tetap terjaga dengan baik.

Pada akhirnya, film ini mampu berbicara lantang tentang isu kekerasan seksual yang seperti sudah mendarah daging di republik ini. Seperti yang ditonjolkan dalam adegan akhir film ini, yang mengisyaratkan kepercayaan diri dari sang sutradara dalam memberikan pernyataan jelas tentang isu penting tadi.