Review Eternity: Kisah Cinta Segitiga Terjebak di Birokrasi Akhirat
Tim Teaterdotco - 1 jam yang lalu
Eternity hadir sebagai salah satu rom-com paling segar di penghujung 2025. Disutradarai David Freyne, film ini menawarkan konsep akhirat yang jauh dari gambaran religius maupun dramatis. Alih-alih surga dan neraka, jiwa-jiwa yang baru meninggal tiba di sebuah stasiun kereta raksasa, tempat mereka harus memilih "keabadian" yang akan dijalani selamanya.
Pilihan dunianya tidak terbatas, mulai dari pantai tanpa akhir, dunia penuh badut, hingga realitas tanpa perang. Namun ada satu aturan mutlak: keputusan bersifat permanen. Tidak ada kesempatan kedua.
Di tengah konsep unik ini, Eternity membangun kisah segitiga cinta antara Joan, Larry, dan Luke. Joan (Elizabeth Olsen) tiba di stasiun akhirat dan harus memilih antara suaminya yang terakhir, Larry (Miles Teller), atau cinta pertamanya, Luke (Callum Turner), yang telah menunggunya selama puluhan tahun sejak tewas di medan perang.
Konflik Cinta yang Dibungkus Komedi Cerdas
Cerita Eternity bergerak dinamis ketika Joan dihadapkan pada dilema besar: memilih cinta yang menemaninya hingga tua atau cinta pertama yang terputus oleh tragedi. Freyne mengemas konflik ini dengan porsi humor absurd yang tepat, tanpa menghilangkan sentuhan emosional yang membuat penonton ikut berempati.
Karakter-karakter pendukung seperti agen afterlife yang ambisius, koordinator birokrasi akhirat, hingga booth-booth eternity bertema konyol menjadi sumber tawa segar. Birokrasi akhirat ini bahkan digambarkan seperti gabungan Westworld versi low-budget dengan satir ala Taika Waititi.
Di balik kelucuannya, film ini menghadirkan pertanyaan filosofis yang kuat. Apakah cinta sejati adalah kenyamanan yang dibangun perlahan? Atau api lama yang tak pernah padam? Konflik Joan dirangkai dengan dialog cerdas yang membangun ketegangan emosional, membuat penonton betah mengikuti perjalanan batinnya.
Aktor Utama yang Tampil Memikat
Chemistry antar pemeran menjadi fondasi penting yang membuat Eternity terasa hidup. Elizabeth Olsen tampil memukau sebagai Joan yang rapuh namun penuh tekad. Miles Teller membawa humor kering yang natural sebagai Larry, sementara Callum Turner memberikan pesona lembut penuh luka sebagai Luke.
Interaksi ketiganya terasa realistis dan mengalir, membuat segitiga cinta ini lebih dari sekadar trope rom-com biasa. Penampilan Da’Vine Joy Randolph dan John Early sebagai agen afterlife menambah dinamika komedi yang menghangatkan sekaligus menghibur.
Visual Menawan dan Dunia Afterlife yang Absurd
Secara visual, Eternity memanjakan mata dengan desain produksi yang kreatif. Konsep stasiun akhirat dirancang seperti ruang transisi yang dingin, kontras dengan warna-warni dunia keabadian yang dipamerkan para agen. Sinematografi Steve Cosens memberikan nuansa melankolis sekaligus hangat, sejalan dengan tema film yang menggabungkan romansa dan refleksi hidup.
Namun, beberapa elemen dunia afterlife memang terasa kurang eksploratif. Beberapa konsep menarik seperti “void” atau dunia-dunia yang mirip kadang lewat begitu saja. Meski begitu, kekurangan ini tidak mengurangi daya tarik keseluruhan film.
Kesimpulan: Rom-com yang Cerdas, Menghibur, dan Penuh Makna
Eternity adalah rom-com yang memadukan humor cerdas, drama emosional, dan dunia fantasi yang unik. Film ini tidak hanya menyuguhkan kisah cinta, tetapi juga mengajak penonton merenungkan arti hubungan, waktu, dan kesempatan kedua. Berkat akting solid para pemerannya serta penyutradaraan yang matang, Eternity menjadi salah satu film romantis paling berkesan di tahun 2025.
Bagi penggemar genre rom-com maupun drama emosional, Eternity adalah tontonan yang hangat, menyenangkan, dan sarat makna—sebuah kisah cinta yang mengingatkan bahwa romansa tidak selalu sederhana, bahkan setelah hidup berakhir.