Review Film 120 Bahadur: Kisah Heroik Pertempuran Rezang La Tahun 1962

Tim Teaterdotco - 56 menit yang lalu
Review Film 120 Bahadur: Kisah Heroik Pertempuran Rezang La Tahun 1962

Film 120 Bahadur menjadi salah satu karya perang terbaru yang mencoba menghidupkan kembali tragedi heroik di Rezang La tahun 1962, ketika 120 prajurit India menghadapi lebih dari 3000 tentara Tiongkok demi mempertahankan Chushul di Ladakh. Disutradarai Razneesh Ghai dan dibintangi Farhan Akhtar sebagai Mayor Shaitan Singh Bhati, film ini menyajikan keberanian, drama perang, hingga kritik yang memecah pendapat penonton dan pengamat film.

Mengangkat Pertempuran Bersejarah Rezang La

Cerita film berpusat pada Kompi Charlie dari Resimen Kumaon yang dipimpin Mayor Shaitan Singh, tokoh nyata yang dikenal memimpin pasukannya hingga napas terakhir. Dengan keterbatasan senjata dan amunisi, para prajurit berjuang habis-habisan melawan pasukan musuh yang jumlahnya puluhan kali lebih besar.

Film menggambarkan bagaimana para prajurit menolak mundur, bertempur jarak dekat, hingga tumbang satu per satu di medan bersalju yang mematikan. Pendekatan inilah yang membuat film terasa emosional, karena fokusnya bukan hanya pada taktik tempur, tetapi juga keteguhan hati, jiwa pengorbanan, serta semangat mempertahankan tanah air.

Farhan Akhtar Tampil Meyakinkan

Sebagian besar kritikus memuji peran Farhan Akhtar sebagai Mayor Bhati. Ia tampil dengan kewibawaan tenang dan aura kepemimpinan yang kuat. Tidak berlebihan, dialog tampil efektif dan mampu menggambarkan sosok pemimpin yang berpikir jernih di tengah situasi genting.

Film juga menonjolkan keberagaman sosial para prajurit. Banyak dari mereka merupakan prajurit keturunan Ahir dari daerah pedesaan Haryana dan Rajasthan, yang sejak kecil tumbuh dengan kisah perjuangan mempertahankan tanah keluarga mereka. Nuansa ini memberi warna berbeda yang jarang diangkat dalam film perang Bollywood.

Adegan Perang Tertata Realistis

Sinematografi yang memukau menjadi salah satu kelebihan utama film. Lokasi bersalju yang menyesakkan ditampilkan dengan detail, mulai dari dentuman artileri hingga pertempuran tangan kosong. Penonton seolah diajak merasakan langsung kejutan tembakan, dingin yang menyiksa, dan kepanikan dalam komunikasi radio yang terputus-putus.

Sosok radio operator muda yang menjadi saksi terakhir pertempuran juga menjadi elemen penceritaan yang kuat. Melalui sudut pandangnya, pertempuran tidak sekadar kisah sejarah, tetapi juga soal kebenaran yang harus diperjuangkan agar tidak hilang dalam narasi besar geopolitik.

Kritik: Klise, Melodramatis, dan Stereotip Musuh

Meski memiliki keunggulan teknis dan emosi, sebagian pengamat menilai film ini masih terjebak pada pola lama film patriotik Bollywood. Musuh digambarkan terlalu karikatural, dialog prajurit terkadang terasa bak komik patriotisme tahun 90-an, dan beberapa adegan drama keluarga terasa berlebihan serta mengurangi kedalaman karakter.

Beberapa pilihan visual dan gaya penyutradaraan juga dianggap tidak konsisten, bahkan terkesan terlalu bombastis dan kehilangan sentuhan kemanusiaan yang seharusnya menjadi inti kisah perang.

120 Bahadur adalah film perang yang berani menghidupkan kembali salah satu pertempuran paling ikonik dalam sejarah militer India. Dengan visual kuat, pemeran utama yang mengesankan, serta cerita yang menangkap semangat pengorbanan, film ini layak ditonton bagi penikmat film bertema perang dan sejarah.

Namun nada melodramatis dan pendekatan penceritaan yang terkadang terlalu tradisional membuat film ini mungkin tidak sepenuhnya memuaskan semua kalangan. Meski begitu, 120 Bahadur tetap menjadi penghormatan besar bagi para prajurit yang gugur di Rezang La, sebuah film yang mencoba menjaga agar kisah keberanian mereka tidak hilang ditelan waktu.