Review Film Dopamin: Saat Cinta Diuji oleh Uang, Moral, dan Realitas Hidup

Tim Teaterdotco - 3 jam yang lalu
Review Film Dopamin: Saat Cinta Diuji oleh Uang, Moral, dan Realitas Hidup

Disutradarai oleh Teddy Soeria Atmadja, film Dopamin menggabungkan drama romantis dengan elemen survival thriller yang terasa sangat nyata. Diproduksi oleh Starvision dan Karuna Pictures, Dopamin menghadirkan kisah Malik (Angga Yunanda) dan Alya (Shenina Cinnamon), pasangan muda yang baru tiga tahun menikah dan sedang berjuang di tengah tekanan ekonomi.

Masalah dimulai ketika Malik kehilangan pekerjaan dan terlilit utang. Hidup mereka yang sudah sulit menjadi semakin kacau. Hingga suatu malam, Malik bertemu dengan seorang pria misterius yang kemudian ditemukan tewas di rumah mereka. Bersama jasad pria itu, muncul sebuah koper berisi uang miliaran rupiah. Uang itu bisa mengubah hidup mereka, tapi juga bisa membawa malapetaka.

Dari sinilah dilema besar dimulai. Apakah uang bisa menjadi jalan keluar, atau justru membuat mereka kehilangan arah? Film ini mengajak penonton merenungkan makna kebahagiaan di tengah dunia yang semakin menekan.

Chemistry Angga dan Shenina yang Terasa Nyata

Kekuatan utama Dopamin ada pada penampilan Angga Yunanda dan Shenina Cinnamon. Sebagai pasangan di dunia nyata, keduanya tampil sangat natural dan saling melengkapi. Setiap dialog dan tatapan terasa jujur, membuat hubungan Malik dan Alya tampak hidup dan realistis.

Sutradara Teddy Soeria Atmadja memanfaatkan kedekatan keduanya dengan cerdas. Ia menggunakan teknik pengambilan gambar jarak dekat untuk menangkap setiap emosi yang muncul. Penonton seolah ikut terjebak dalam ruang sempit tempat mereka berdebat, menangis, dan mencoba bertahan.

Menurut Teddy, chemistry keduanya adalah jantung film ini. Ia bahkan menerapkan sistem “syuting sehat” selama 28 hari produksi, agar seluruh tim tetap nyaman dan bersemangat. Hasilnya, suasana keintiman dan ketegangan dalam film terasa begitu alami.

Ketegangan yang Tidak Pernah Padam

Secara teknis, Dopamin digarap dengan rapi dan penuh detail. Durasi 94 menit terasa pas, tanpa bagian yang terasa bertele-tele. Scoring yang intens membuat ketegangan terus terjaga dari awal hingga akhir, sementara editingnya menjaga alur tetap fokus pada dua karakter utama.

Yang menarik, film ini tidak berusaha memberi pesan moral yang kaku. Dopamin justru memperlihatkan sisi manusia yang rapuh dan realistis. Malik dan Alya bukan sosok sempurna, melainkan pasangan muda yang mencoba bertahan di tengah keadaan yang sulit. Film ini tidak menawarkan jawaban pasti, melainkan mengajak penonton bertanya: seberapa jauh seseorang rela berkorban demi cinta dan kebahagiaan?

Dopamin juga menjadi bagian penting dalam perjalanan 30 tahun Starvision di industri film Indonesia. Produser Chand Parwez Servia menyebut film ini sebagai bukti bahwa Starvision masih berani bereksperimen dan ingin terus relevan dengan penonton masa kini.

Film ini sempat tampil lebih dulu di ajang Jakarta Film Week 2025 sebagai penutup acara dan mendapat sambutan hangat. Tiket pemutaran perdananya bahkan langsung habis terjual. Setelah itu, Dopamin resmi tayang di seluruh bioskop Indonesia mulai 13 November 2025.

Pada akhirnya, Dopamin bukan hanya kisah tentang uang atau moralitas, tapi tentang cinta dan keteguhan hati di tengah hidup yang penuh tekanan. Film ini mengingatkan bahwa kebahagiaan sejati bukan berasal dari apa yang kita miliki, melainkan dari siapa yang memilih tetap bertahan bersama kita.

Dengan penyutradaraan yang matang, naskah yang emosional, dan akting memukau dari Angga dan Shenina, Dopamin menjadi salah satu film lokal paling berkesan tahun ini. Sebuah kisah yang menghangatkan sekaligus menegangkan, tentang bagaimana manusia mencari kebahagiaan di dunia yang kian tak menentu.