Review Film Scarlet: Ambisi Besar Mamoru Hosoda Menghidupkan Hamlet dalam Dunia Anime

Tim Teaterdotco - 4 jam yang lalu
Review Film Scarlet: Ambisi Besar Mamoru Hosoda Menghidupkan Hamlet dalam Dunia Anime

Film Scarlet, karya terbaru dari sutradara kenamaan Jepang Mamoru Hosoda, menjadi salah satu proyek anime yang paling mendapat perhatian tahun ini. Terinspirasi dari kisah klasik Hamlet, Hosoda melakukan pendekatan berbeda dengan menghadirkan seorang putri sebagai tokoh utama. Scarlet, yang sangat dekat dengan ayahnya, Raja Amleth, harus menyaksikan sang raja difitnah dan dieksekusi oleh pamannya, Claudius. Penuh amarah, ia bertekad untuk membalas kematian sang ayah, namun justru berakhir terbunuh dan masuk ke dunia asing bernama Otherworld.

Dari sini, Hosoda meluaskan imajinasi Shakespeare dan menambahkan pemikiran filosofisnya sendiri. Scarlet tidak hanya menjadi kisah balas dendam, tetapi juga cerminan tentang bagaimana konflik, perang, dan dendam terus berulang dari generasi ke generasi. Film ini mengajak penonton merenungkan alasan manusia terus terjebak dalam siklus kekerasan yang sama, meski sejarah sudah berkali-kali memberi pelajaran.

Otherworld yang Surreal dan Penuh Imajinasi

Petualangan Scarlet di Otherworld membuka ruang bagi Hosoda untuk menampilkan dunia fantasi yang penuh kejutan. Ada badai raksasa, gurun tak berujung, kota-kota yang dipenuhi jiwa dari berbagai era, hingga sosok naga listrik yang melintas di langit. Semua elemen ini memberikan kesan besar dan megah, seolah penonton diajak masuk ke dimensi baru yang tak terikat oleh waktu.

Namun, ambisi besar ini juga menuai kritik. Penggunaan animasi 3D membuat beberapa adegan terlihat kurang natural, memasuki area yang oleh sejumlah kritikus disebut sebagai uncanny valley. Pergerakan karakter dinilai tidak selalu selaras dengan latar yang sangat realistis. Meski begitu, film ini tetap menyuguhkan visual yang memukau, terutama ketika diputar di layar lebar seperti IMAX.

Ikatan Scarlet dan Hijiri Menjadi Jantung Emosi Cerita

Dalam perjalanan mencari Claudius, Scarlet bertemu Hijiri, seorang paramedis dari zaman modern yang terdampar di Otherworld. Kehadiran Hijiri membawa dinamika baru. Ia selalu mengutamakan penyembuhan dan menolak kekerasan, bahkan kepada musuh sekalipun. Sikapnya yang penuh empati bertolak belakang dengan kemarahan Scarlet.

Hubungan keduanya berkembang perlahan dan menjadi sisi paling menyentuh dari film ini. Ada kehangatan dalam perhatian Hijiri, dan ada perubahan kecil namun signifikan pada diri Scarlet ketika ia mulai memahami sudut pandang baru. Beberapa momen, seperti saat keduanya menari bersama di tengah dunia purgatori, menjadi bagian paling emosional dan menyenangkan dari keseluruhan cerita.

Ambisi Visual dan Naratif yang Tidak Selalu Sempurna

Sebagai salah satu sutradara anime paling berpengaruh, Hosoda dikenal berani bereksperimen. Hal itu terlihat jelas dalam Scarlet. Namun sebagian kritik menyebut alur ceritanya berjalan terlalu cepat, membuat perkembangan karakter Scarlet kurang terasa kuat. Pesan moral film ini juga dinilai disampaikan secara terlalu gamblang.

Meski begitu, bahkan ulasan yang kurang positif pun mengakui bahwa Scarlet tetap penuh energi, kaya visual, dan menunjukkan keberanian kreatif. Ini adalah jenis film yang mungkin tidak sempurna, tetapi dibuat dengan penuh keyakinan dan rasa ingin berinovasi.

Kesimpulan: Fantasi Epik yang Penuh Rasa dan Renungan

Scarlet bukan sekadar adaptasi Hamlet. Film ini adalah interpretasi ulang yang segar dan penuh daya tarik. Dengan latar dunia afterlife yang unik, konflik moral yang kuat, serta hubungan persahabatan yang tumbuh perlahan, Scarlet menghadirkan tontonan yang tidak hanya menarik secara visual tetapi juga kaya makna.

Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Scarlet tetap menjadi salah satu film anime yang patut mendapat perhatian. Sebuah karya yang berani menggabungkan tragedi klasik dengan kisah fantasi modern, sekaligus mengajak penonton merenungkan pilihan hidup, kemarahan, dan pengampunan.