Review Film Stolen Girl: Perjuangan Seorang Ibu Melawan Waktu dan Batas Negara

Tim Teaterdotco - Kamis, 23 Oktober 2025 09:32 WIB
Review Film Stolen Girl: Perjuangan Seorang Ibu Melawan Waktu dan Batas Negara

Film Stolen Girl resmi tayang di bioskop Indonesia mulai 22 Oktober 2025, membawa kisah yang menggugah emosi sekaligus menegangkan. Disutradarai oleh James Kent dan dibintangi Kate Beckinsale serta Scott Eastwood, film ini terinspirasi dari kisah nyata Maureen Dabbagh, seorang ibu yang berjuang selama bertahun-tahun untuk menemukan kembali putrinya yang diculik ke luar negeri oleh mantan suaminya.

Kisah Nyata yang Menggetarkan Hati

Stolen Girl berangkat dari kasus parental child abduction atau penculikan anak oleh salah satu orang tua. Kasus ini bukan hal langka di Amerika Serikat, dan film ini berusaha menggambarkan betapa rumit dan menyakitkannya proses hukum lintas negara yang harus dihadapi seorang ibu untuk menuntut haknya.

Cerita mengikuti Maureen (Kate Beckinsale), seorang ibu tunggal di Ohio yang hidupnya hancur ketika putrinya, Amina, diculik oleh mantan suaminya, Karim (Scott Eastwood), dan dibawa ke Timur Tengah. Selama sepuluh tahun, Maureen berjuang mencari keberadaan anaknya melalui jalur diplomatik, namun selalu menemui jalan buntu. Hingga akhirnya, ia bertemu Mitchell Robeson (Scott Eastwood), mantan marinir yang menjalankan misi penyelamatan anak-anak lintas negara.

Pertemuan itu membawa Maureen ke dalam dunia penuh bahaya, dari operasi penyelamatan di Meksiko, Albania, hingga Lebanon. Namun di balik semua aksi menegangkan itu, inti cerita tetaplah cinta seorang ibu yang tidak pernah padam, meski harus berhadapan dengan sistem hukum yang dingin dan birokrasi yang rumit.

Drama Emosional yang Terjebak dalam Aksi Generik

Stolen Girl memiliki potensi besar untuk menjadi drama emosional yang menggugah, tetapi sayangnya film ini kerap kehilangan fokus di tengah jalan. Babak awal menampilkan nuansa sendu dan mendalam tentang duka dan keputusasaan seorang ibu, namun begitu Maureen bergabung dengan tim penyelamat, film berubah menjadi aksi thriller generik yang terasa seperti film laga biasa.

Naskah karya Kas Graham dan Rebecca Pollock mencoba memasukkan banyak isu – mulai dari perdagangan anak, teori konspirasi, hingga konflik politik – namun justru membuat alur cerita terasa tumpang tindih dan tidak fokus. Meskipun demikian, adegan aksi seperti kejar-kejaran dan baku tembak tetap memberikan ketegangan yang cukup menghibur bagi penonton pencinta film action.

Performa Kate Beckinsale Jadi Pusat Emosi

Salah satu kekuatan utama film ini adalah akting Kate Beckinsale. Ia tampil luar biasa sebagai seorang ibu yang rapuh namun pantang menyerah. Beckinsale mampu menampilkan keputusasaan tanpa kehilangan keteguhan hati, menjadikan karakter Maureen terasa nyata dan menyentuh.

Sementara itu, Scott Eastwood menunjukkan karisma sebagai mantan pasukan khusus, namun chemistry antara keduanya kurang terbangun dengan kuat. Subplot romansa yang diselipkan justru terasa tidak perlu dan mengurangi intensitas utama kisah.

Secara teknis, sinematografi James Kent menampilkan gaya semi-dokumenter dengan pencahayaan dingin dan tempo yang lambat, menekankan sisi realistis dari kisah ini. Meskipun beberapa adegan terasa datar, atmosfer tegang dan suram berhasil dipertahankan hingga akhir.

Stolen Girl bukan sekadar film aksi biasa, melainkan cermin atas perjuangan seorang ibu dalam menghadapi sistem hukum dan batas negara. Meski memiliki kekurangan dalam alur dan ritme, film ini tetap layak ditonton berkat pesan kemanusiaan yang kuat dan performa emosional Kate Beckinsale yang menyentuh hati.

Sebagai tontonan di akhir Oktober 2025, Stolen Girl menawarkan pengalaman menegangkan sekaligus mengharukan. Sebuah kisah yang mengingatkan bahwa cinta seorang ibu tak pernah mengenal jarak, waktu, atau batas negara.