Review Malam Para Jahanam: Film Horor yang Cerdik, Tapi...

Baba Qina - Kamis, 7 Desember 2023 17:15 WIB
Review Malam Para Jahanam: Film Horor yang Cerdik, Tapi...

Gerakan 30 September 1965/PKI (G30S/PKI) menjadi salah satu tragedi paling memilukan yang pernah terjadi di Indonesia. Meski tragedi itu benar terjadi, namun latar tragedi tersebut masih menuai pro dan kontra. Selain itu, banyak pula yang menolak bercerita tentang tragedi itu dengan alasan khusus. Indra Gunawan, salah satu sineas tanah air, lebih memilih untuk mengangkat sudut pandang kisah tersebut ke dalam sebuah film horor berjudul Malam Para Jahanam.

Malam Para Jahanam mengikuti kisah Rendi (Harris Vriza) bersama dua sahabatnya, yaitu Martin (Zoul Pandjoul) dan Siska (Amel Carla) yang harus mengikuti pemakaman kakeknya di sebuah desa yang terpencil bernama Winongo. Namun nahasnya, mereka bertiga datang di waktu yang salah. Pasalnya, kedatangan mereka bertepatan dengan tiga malam yang diyakini sebagai malam paling berbahahaya.

Pada malam tersebut, ratusan roh jahat yang lahir akibat konflik berdarah antara PKI dengan kelompok santri pada 1965 silam akan bangkit dan meneror para penduduk di Desa Winongo untuk balas dendam. Diketahui teror mengerikan tersebut memang terjadi secara berulang setiap tahun hingga akhirnya dikenal sebagai Malam Para Jahanam.

Lantas, apakah Rendi dan kawan-kawannya akan berhasil menyelamatkan diri mereka dari teror roh jahat di tiga malam paling berbahaya di Desa Winongo?

Menurut sobat teater, bagaimana memberi penyegaran sambil tetap menjaga kesan familiar? Malam Para Jahanam sejatinya berpeluang menawarkan jalan keluar. Sebuah “film zombi” yang berkedok cerita hantu. Jalan tengah yang cukup cerdik. Sayang, di ranah eksekusi, para pembuatnya gagal lulus ujian berisi satu soal: buatlah film horor yang baik.

Penonton pun cukup duduk manis menyaksikan aksi para zombi mengamuk, membanjiri seisi kampung dengan darah. Deretan kematiannya pun terlihat tak seberapa kreatif, tidak pula masuk kategori ekstrim, tapi kadar kekerasan yang memadai minimal bisa memproduksi hiburan bagi para penggemar gore.

Malam Para Jahanam sejatinya diniati sebagai horor yang berlangsung hanya dalam tiga malam. Sebut saja "potret sebuah peristiwa". Berbekal penggarapan mumpuni, pendekatan tersebut sesungguhnya berpotensi melahirkan tontonan dengan intensitas tinggi. Inilah yang filmnya gagal lakukan. Sayang seribu sayang.

Penyutradaraan dari Indra Gunawan pun gagal menjaga intensitas. Tatkala film semacam ini mestinya terus menginjak pedal gas, lemahnya permainan tempo sang sutradara malah membuat durasi yang cuma 89 menit ini terasa jauh lebih lama. Alhasil, parade gore yang pada dasarnya tidak spesial pun segera kehilangan daya pikatnya.

Tanpa kemampuan menghibur, kekurangan dalam bertutur pun semakin kentara. Bukan soal cerita yang kosong atau penokohan yang dangkal. Kelemahan naskah Malam Para Jahanam masih senada dengan banyak horor lokal, yakni terkait "rules" dalam memunculkan sang demit. Belum lagi sektor editingnya yang cenderung tidak mulus, banyak shot dilakukan dengan angle yang sangat monoton dan membosankan. Semua itu membuat film ini lemah di banyak aspek.

Pada akhirnya, akan timbul pertanyaan, apakah film ini tetap layak untuk ditonton? Tentu saja masih. Malam Para Jahanam tentu akan menarik untuk anak kekinian yang haus akan hiburan, terlebih genre horor yang sangat populer di Indonesia. Selebihnya, penulis serahkan kepada selera masing-masing dari kalian.