Review Film Tanpa Ampun: Gagasan Menarik yang Tak Didukung Naskah Solid

Baba Qina - Minggu, 5 Februari 2023 11:30 WIB
Review Film Tanpa Ampun: Gagasan Menarik yang Tak Didukung Naskah Solid

Sebelumnya, penulis ingin memberi tahu bahwa menonton film Tanpa Ampun ini begitu meninggalkan rasa gatal yang luar biasa. Bukan karena kualitasnya yang hancur-hancuran, malah sebaliknya, karya Muhammad Yusuf yang sebelumnya lebih banyak melahirkan film-film horor ini berpotensi menjadi salah satu film Indonesia paling menarik tahun ini, andai ditunjang oleh naskah yang sanggup mewujudkan gagasan apiknya.

Diangkat dari kisah nyata, empat warga negara Rusia datang dan tinggal di Bali dengan tujuan untuk merampok dan membobol mesin ATM pada tahun 2017. Mereka berempat pun selalu menggunakan topeng kala melakukan aksinya. Aksi mereka dimulai dari merampok senjata laras panjang milik anggota Brimob yang berjaga di hotel Ayana Jimbaran. Kapolda Bali lalu memerintahkan lima anggota terbaiknya untuk menelusuri tuntas dan menangkap para perampok tersebut hidup atau mati.

Well, makin bertambahnya durasi film, cerita Tanpa Ampun ini lantas menjadi tumpah ruah. It was so all over the place. Banyak karakter dan informasi yang ingin ditampilkan. Semuanya terasa sesak. Film ini mungkin bermaksud mengajak kita berpikir, which is good, tapi kita tak pernah sekalipun diberikan pegangan soal ke mana arah film ini. Membuat kita seolah sudah mati rasa duluan.

Pembangunan dunianya juga terasa hampa dan sama sekali tidak bekerja di dalam logika. Tokoh-tokohnya hanya sebagai bidak pada naskah. Mereka diciptakan layaknya trope cerita crime yang stereotipikal. Tindak perampokan yang berlangsung di depan mata kita pun tampak sama amatirnya dengan cara film ini merekam dan menyuguhkan adegan perampokan tersebut. Kita sama sekali tidak tahu harus merasakan apa, karena ketegangan tidak pernah mengalir.

Muhammad Yusuf selaku sutradara pastinya bermaksud untuk memancing sisi dramatis. Namun momen perpindahan karakter sesering yang dilakukan oleh Yusuf dalam film ini membuat kita menjadi terlepas dari cerita. Intensitas dari sekuen perampokan yang diniatkan menjadi nyawa dari film inipun menjadi sirna. Kita pun tidak seketika kenal dengan para karakter protagonis dengan baik karena tidak ada yang ter-establish dengan sempurna. Film jadi melelahkan, membutuhkan waktu terlalu lama untuk sampai ke gagasan utama. Juga semakin susah untuk dinikmati, karena pada bagian aksi, kamera bergoyang jauh lebih hiperaktif.

Tanpa Ampun juga terasa terlalu menahan diri untuk memberikan galian karakter yang lebih mendalam bagi sejumlah karakter yang digambarkan terlibat dalam aksi perampokan yang ingin dituturkannya. Mungkin film ini ingin bermain aman tanpa melibatkan senggolan terhadap sejumlah kelompok tertentu. Namun, di saat yang bersamaan, minimalisnya galian karakter atau latar kisah yang diberikan pada karakter-karakternya membuat plot yang melibatkan mereka menjadi tidak setajam yang seharusnya.

Sebenarnya kelemahan-kelemahan tadi dapat tertolong andai sang sutradara menambalnya lewat pengadeganan yang intens. Namun sayangnya tidak. Muhammad Yusuf tak mampu menghadirkan gambar-gambar mencekam, sebagaimana ia gagal mengemas aksi kejar-kejaran yang harusnya menjadi momen paling mahal dalam film ini.

Ada apa dengan Muhammad Yusuf? Beberapa tahun lalu, Yusuf rutin meluncurkan horor tiap tahun, yang seluruhnya, meski jauh dari sempurna, punya kualitas yang cukup memuaskan. Kemasukan Setan (2013), Angker (2014), dan Misterius (2015) membuktikan kapasitasnya memanfaatkan kesederhanaan guna menciptakan teror. Bukan hanya tumpukan jumpscare, melainkan kengerian yang hakiki. Nah, mungkinkah dirinya harus kembali ke ranah horor ketimbang coba bermain-main di genre action? Entahlah.