Review Perang Kota: Salah Satu Pengalaman Sinematis Terbaik dari Sinema Indonesia Tahun Ini

Baba Qina - Kamis, 1 Mei 2025 08:12 WIB
Review Perang Kota: Salah Satu Pengalaman Sinematis Terbaik dari Sinema Indonesia Tahun Ini

Merupakan hal lumrah saat sineas dari luar Amerika harus menyesuaikan gaya tatkala melakoni debut di Hollywood. Tidak jarang penyesuaian tersebut mengurangi, atau justru bahkan menghilangkan ciri mereka. Semua itu dilakukan atas nama "batu loncatan" dan "membuka jalan". Tapi di sisi lain, wajar pula menyayangkan sewaktu sutradara dengan karya-karya unik seperti Mouly Surya membuat b-movie generik seperti Trigger Warning yang dirilis pada tahun kemarin.

Tapi tenang, tahun ini Mouly mencoba untuk kembali ke jalur yang benar dengan karya teranyarnya berjudul Perang Kota yang diadaptasi dari buku berjudul Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis. Sama seperti bukunya, Perang Kota akan bercerita tentang Isa (Chicco Jerikho), seorang mantan pejuang yang kini menjadi guru sekolah, yang bermasalah dengan ranjang perkawinannya.

Isa menghadapi trauma perang yang membuatnya impotensi, sembari menjalani misi berbahaya untuk membunuh seorang jenderal Belanda demi mempertahankan semangat perjuangan. Ya, Isa memang sedang dipercayakan dalam sebuah misi untuk menghabisi petinggi kolonial Belanda dalam usaha mempertahankan kemerdekaan. Sedangkan, di sisi lain, Isa juga harus menghadapi perubahan dinamika hubungan dengan istrinya, Fatimah (Ariel Tatum).

Well, banyak film periodik yang tidak lebih dari sekadar rangkuman data-data yang divisualisasikan. Penonton hanya diberi tahu tentang babak demi babak kisah sejarah yang sedang diangkat, tanpa diajak untuk mengetahui secara lebih mendalam. Namun, penulis yakin bahwa seorang Mouly Surya bukanlah seorang sutradara yang hanya asal merangkum data demi data. Pastilah muncul interpretasi berupa eksplorasi lebih dalam mengenai kisah yang sedang diangkat.

Dan hal itu benar dibuktikan di film ini. Sungguh, Mouly Surya telah melahirkan sebuah tontonan yang teramat indah dan layak untuk ditahbiskan sebagai salah satu karya terbaik di deretan filmografinya. Sulit untuk tidak dibuat terkesima terhadap film ini, menilik dari cara si pembuat film menanganinya.

Ciri khas Mouly yang bergaya arthouse memang masih menonjol kuat di sini, bahkan mewarnai hampir setiap adegan yang menghiasi durasi. Namun, untuk sekali ini, dia sedikit berkompromi dengan pasar. Penonton awam tidak akan dijejali oleh rangkaian metafora yang menuntut penafsiran-penafsiran memusingkan guna membongkar makna sesungguhnya, melainkan perpaduan gambar-gambar yang dilensakan secara elegan oleh kamera genggaman sinematografer Roy Lolang.

Kemewahan tentu bukan menjadi satu-satunya alasan yang membuat Perang Kota memiliki cita rasa lezat saat disantap. Kemahiran Mouly Surya dalam mengolah data-data yang dikumpulkan oleh tim riset beserta penyusun cerita, menjadi guliran pengisahan bersifat informatif, edukatif, sekaligus inspiratif yang menjadi alasan lain sekaligus memposisikan film  ini sebagai medium belajar sejarah yang mengasyikkan.

Dan harus diakui, letak kekuatan sesungguhnya dari Perang Kota jelas berada pada ensemble cast-nya yang sungguh cemerlang. Bisa dibilang, seluruh jajaran pemain di sini mempertontonkan lakon yang nyaris tanpa cela, bahkan beberapa di antaranya boleh dibilang memperoleh status naik kelas.

Dan pada akhirnya, dengan kombinasi yang mempertemukan kedahsyatan dalam berolah peran dari para jajaran pemainnya bersama tata produksi yang terancang begitu megah serta mewah yang meneriakkan secara lantang besarnya bujet yang digelontorkan, maka sudilah kiranya menyebut Perang Kota sebagai salah satu pengalaman sinematis terbaik yang hadir di sinema Indonesia pada tahun ini.