Review Solata: Perjalanan Angkasa Menemukan Arti Hidup di Toraja

Tim Teaterdotco - 2 jam yang lalu
Review Solata: Perjalanan Angkasa Menemukan Arti Hidup di Toraja

Film Solata garapan sutradara Ichwan Persada hadir sebagai drama keluarga yang menyentuh dan sarat makna. Perpaduan antara kisah humanis dan sentuhan komedi ringan membuat film ini bukan hanya menghibur, tapi juga menggugah hati penonton lewat pesan sosial yang kuat tentang dunia pendidikan dan ketulusan di tengah keterbatasan.

Kisah Hangat dari Pegunungan Ollon

Solata berpusat pada sosok Angkasa (Rendy Kjaernett), seorang pria asal Jakarta yang memilih menjadi relawan guru di daerah terpencil Ollon, Tana Toraja. Keputusannya bukan karena idealisme semata, melainkan pelarian dari hidupnya yang berantakan setelah kehilangan pekerjaan, ditinggal kekasih, dan berduka atas kepergian sang ibu.

Di Ollon, Angkasa bertemu enam murid dengan nama unik seperti Karno, Harto, Mega, Bambang, Wahid, dan Habi, yang terinspirasi dari nama-nama presiden Indonesia. Dari pertemuan itu, hubungan yang awalnya canggung perlahan berubah menjadi ikatan persahabatan yang hangat dan penuh kejujuran.

Nama Solata sendiri berarti “teman” dalam bahasa Toraja, dan maknanya terasa kuat sepanjang cerita. Film ini menggambarkan bagaimana seseorang bisa menemukan keluarga sejati bukan lewat darah, tetapi lewat ketulusan dan kebersamaan yang tumbuh dalam perjuangan.

Konflik dan Perjalanan Emosional

Kekuatan utama film ini terletak pada perjalanan batin sang tokoh utama. Angkasa digambarkan sebagai sosok biasa yang bergulat dengan dilema: bertahan menghadapi kerasnya hidup di pedalaman atau kembali ke kenyamanan kota. Konflik semakin memuncak saat sekolah tempatnya mengajar terancam ditutup oleh pemerintah pusat. Sayangnya, bagian ini terasa kurang klimaks dan berlalu cepat, sehingga emosi penonton belum sepenuhnya mencapai puncak.

Meski begitu, akting Rendy Kjaernett berhasil menghidupkan karakter Angkasa dengan natural. Ia tampil meyakinkan sebagai pria yang rapuh tapi punya semangat besar untuk bangkit. Kehadiran Abun (Fhail Firmansyah) juga menjadi angin segar. Sosoknya yang lucu menambah warna dalam film, menyeimbangkan nuansa haru dengan tawa yang hangat.

Sinematografi Indah dan Sentuhan Budaya Toraja

Secara visual, Solata tampil memukau. Keindahan alam Pegunungan Ollon ditampilkan dengan sudut pengambilan gambar yang luas, menonjolkan lembah hijau dan langit biru yang cerah. Warna-warna yang kaya dan saturasi tinggi membuat pemandangan alam terasa hidup dan memesona di layar.

Selain itu, penggunaan bahasa daerah dan interaksi warga lokal membuat film terasa autentik. Penonton bisa merasakan budaya Toraja yang begitu kuat, mulai dari tradisi menenun hingga kehidupan masyarakat yang dekat dengan alam. Ada juga makna spiritual yang diselipkan secara halus, seperti adegan ketika Angkasa mencari sinyal telepon di bawah salib di altar gereja, sebuah simbol bahwa dalam kesulitan, manusia seharusnya tak lupa melibatkan Tuhan.

Proses Produksi yang Penuh Perjuangan

Dibalik layar, produksi Solata tidak berjalan mudah. Tim harus menempuh perjalanan sekitar tiga jam dari Makale menuju lokasi syuting di Pegunungan Ollon dengan truk sapi karena jalan yang rusak dan terjal. Tantangan inilah yang membuat film terasa semakin nyata dan hidup, karena seluruh kru benar-benar merasakan atmosfer pedalaman yang digambarkan dalam cerita.

Ichwan Persada sendiri telah merancang kisah ini sejak 2012 dengan judul awal Nyanyian Merah Hati. Inspirasi datang setelah ia menonton film Bhutan berjudul Lunana: A Yak in the Classroom, yang mendorongnya untuk mengangkat kisah serupa dengan latar budaya Toraja yang kaya dan penuh filosofi.

Solata bukan sekadar tontonan, tetapi cermin sosial yang menggambarkan realitas pendidikan di pelosok negeri. Film ini mengingatkan bahwa di balik keterbatasan, selalu ada orang-orang tulus yang berjuang agar anak-anak tetap bisa belajar dan bermimpi.

Meski memiliki sedikit kekurangan di bagian klimaks cerita, Solata tetap berhasil menyentuh hati lewat kisah yang sederhana namun penuh makna, akting yang kuat, dan keindahan visual yang menawan. Sebuah film yang layak ditonton untuk membuka mata tentang pentingnya empati dan semangat berbagi bagi sesama.