Review No Other Choice: Kisah Tragis yang Terbungkus Komedi Cerdas

Tim Teaterdotco - Senin, 6 Oktober 2025 08:14 WIB
Review No Other Choice: Kisah Tragis yang Terbungkus Komedi Cerdas

Sutradara legendaris Korea Selatan, Park Chan-wook, kembali menggebrak dunia perfilman lewat karya terbarunya berjudul No Other Choice (2025). Setelah Decision to Leave (2022), Park kini menghadirkan komedi gelap yang menohok sistem kapitalisme dan krisis manusia modern. Dibintangi oleh Lee Byung-hun dan Son Ye-jin, film ini bukan sekadar thriller satire, tapi juga potret getir tentang tekanan sosial dan dehumanisasi di era kerja kompetitif.

Ketika PHK Mengubah Hidup Jadi Mimpi Buruk

Kisah No Other Choice berpusat pada You Man-su (Lee Byung-hun), seorang manajer pabrik kertas yang kehilangan pekerjaan setelah 25 tahun bekerja. Pemecatan itu bukan hanya berarti kehilangan gaji, tapi juga martabat dan identitasnya sebagai pencari nafkah. Ketika pesangon mulai menipis dan rumah masa kecilnya terancam disita, Man-su merasa “tidak punya pilihan lain”.

Dalam keputusasaan, ia mulai menyingkirkan para pesaing kerja satu per satu demi bisa kembali bekerja di perusahaan baru. Rencana gilanya itu disajikan Park dengan humor gelap dan absurditas khasnya. Penonton dibuat tertawa getir saat melihat bagaimana tekanan ekonomi bisa mengubah orang biasa menjadi pembunuh yang rasional.

Kalimat “no other choice” berulang kali diucapkan dalam film, bukan hanya oleh Man-su tapi juga para bos Amerika yang memecat karyawannya. Frasa ini menjadi mantra ironis yang mencerminkan dunia kerja modern—tempat manusia dijadikan angka, dan empati digantikan efisiensi.

Satire Kapitalisme yang Lucu tapi Menyakitkan

Park Chan-wook memadukan kritik sosial dengan komedi cerdas. Ia menunjukkan betapa kerasnya perjuangan kelas menengah untuk tetap “aman” di dunia yang semakin menindas. Seperti halnya Parasite (2019) karya Bong Joon-ho yang menggambarkan penderitaan kelas bawah, No Other Choice adalah cermin kegelisahan kelas menengah yang takut jatuh miskin.

Visual film ini luar biasa. Bersama sinematografer Chung-hoon Chung, Park menyusun setiap adegan dengan presisi tinggi. Rumah kaca tempat Man-su merawat bonsai menjadi metafora yang kuat—simbol keinginan manusia untuk mengendalikan hidup di tengah kekacauan, sekaligus ruang di mana realitas dan mimpi buruk bercampur.

Sound design-nya pun unik. Musik sering kali muncul dari dalam adegan, seperti suara cello anak Man-su yang mengiringi emosi keluarga mereka. Hasilnya, film terasa hidup dan menyatu, bukan sekadar tontonan tapi pengalaman emosional penuh ironi.

Lee Byung-hun dan Son Ye-jin, Duet Akting yang Mengguncang

Lee Byung-hun menampilkan performa luar biasa sebagai pria paruh baya yang perlahan kehilangan kendali. Ia tidak digambarkan sebagai monster, melainkan manusia biasa yang terseret keadaan. Kita bisa berempati, tertawa, lalu ngeri bersamaan. Son Ye-jin pun tampil menawan sebagai Miri, istri yang berusaha menjaga keluarga di tengah kekacauan mental suaminya.

Keduanya berhasil membangun dinamika yang kompleks—antara cinta, frustrasi, dan kehilangan harapan. Adegan-adegan domestik yang hangat di awal film perlahan berubah menjadi potret rapuh sebuah keluarga yang hancur oleh tekanan sosial.

Standing Ovation dan Pujian Global

Tayang perdana di Venice Film Festival 2025, No Other Choice mendapat standing ovation selama delapan menit dan ulasan positif dari kritikus dunia. Film ini bahkan meraih 100% rating di Rotten Tomatoes dan skor 8.1 di IMDb. Banyak pihak menilai karya ini sebagai salah satu film terbaik Park dalam satu dekade terakhir.

Film berdurasi 139 menit ini juga terpilih mewakili Korea Selatan untuk kategori Best International Feature di ajang Oscar 2026, menggantikan posisi yang pernah dipegang Parasite. Distribusi globalnya ditangani oleh Neon dan MUBI, sementara di Indonesia, film ini resmi tayang di bioskop mulai 1 Oktober 2025 lewat CBI Pictures.

No Other Choice bukan film ringan. Ia menertawakan absurditas dunia kerja, tapi juga membuat kita berpikir tentang harga diri, keluarga, dan batas kewarasan manusia. Park Chan-wook berhasil mengubah kisah PHK menjadi satire tajam tentang kapitalisme modern—sebuah komedi kelam yang lucu, getir, dan menyakitkan sekaligus.

Film ini mengingatkan kita bahwa di dunia yang semakin tak manusiawi, banyak orang mungkin akan melakukan hal-hal gila hanya untuk bertahan. Karena pada akhirnya, seperti kata Man-su, memang terkadang… "No Other Choice"