Review Dua Hati Biru: Lebih Baik dari Film Pertamanya?

Baba Qina - Sabtu, 20 April 2024 10:49 WIB
Review Dua Hati Biru: Lebih Baik dari Film Pertamanya?

Salah satu sekuel film lokal paling diantisipasi tahun ini, Dua Hati Biru, sudah tayang di bioskop seluruh Indonesia. Angsuran kedua ini merupakan kelanjutan kisah Dua Garis Biru, tentang Bima (Angga Yunanda) dan Dara (Aisha Nurra Datau), yang berusaha membangun rumah tangga dan jadi orangtua terbaik untuk Adam di antara perbedaan yang ada.

Ya, sekuel ini bersetting dua tahun setelah film pertama, di mana Bima dan Dara telah menikah dan dikaruniai seorang putra bernama Adam (Farrel Rafisqy). Bima fokus pada pekerjaannya sebagai mekanik, sementara Dara harus menyelesaikan studinya di Korea Selatan.
Tapi, kepulangan Dara membawa dinamika baru dalam rumah tangga mereka.

Perbedaan pola asuh dan ekspektasi terhadap peran mereka sebagai orang tua memicu perselisihan. Di tengah situasi tersebut, Bima dan Dara juga harus menghadapi tekanan dari keluarga dan masyarakat. Ketidakstabilan finansial dan stigma yang melekat pada pernikahan muda menjadi rintangan yang harus mereka lewati bersama.

Selain komposisi sutradara yang bertambah, karakter di Dua Hati Biru juga bertambah tatkala Nurra Datau didaulat untuk menggantikan Zara sebagai karakter utama. Belum lagi dengan datangnya Keanu yang surprisingly berhasil menjadi karakter kuat. Nurra sendiri bisa dikatakan sangat berhasil memberikan akting yang prima. Range emosinya yang luas membuat penonton menjadi simpati sekaligus antipasti di saat yang bersamaan.

Tapi, bicara soal karakter, tentu saja yang menjadi juaranya ialah Farrel Rafisqy yang berperan sebagai Adam. Penulis seperti kehabisan kata-kata, karena aktingnya di sini sungguhlah flawless. Aktingnya terasa amat sangat cerdas. Belum lagi chemistry dengan Bima dan Dara juga terkesan amat kuat. Membuat kita semua percaya bahwa mereka sungguhlah anggota keluarga di dunia nyata.

Dari segi cerita, Dua Hati Biru juga turut memberikan perspektif yang terbilang lebih relate untuk para penontonnya, apalagi untuk keluarga-keluarga muda yang sedang dalam keadaan berjuang, baik yang baru memiliki buah hati, ataupun berjuang secara materi dan komunikasi dengan pasangannya.

Konflik dan masalah yang diperlihatkan di sini bisa terbilang eksplisit, dalam artian bisa saja masalah tersebut memang terjadi di dunia nyata. Film ini juga bisa menjadi sarana reflektif bagi siapapun. Bagi yang ingin menikah, baru saja menikah, ingin atau sudah memiliki anak, bahkan untuk orang tua atau mertua yang memiliki anak yang telah menikah. Bukannya menjadi takut, tapi lebih membuat kita semua ingin membuka ruang diskusi tentang bagaimana baiknya ke depannya perihal permasalahan rumah tangga seperti ini.

Overall, Dua Hati Biru merupakan sebenar-benarnya film keluarga yang mengingatkan kita semua akan pentingnya komunikasi, kompromi, dan juga bisa menjadi contoh nyata bahwa mempertahankan keutuhan keluarga itu tidaklah mudah, tapi tentu saja bisa dilakukan asalkan semuanya mau bekerja sama.