Review Dongji Rescue: Kisah Heroik Nelayan Tiongkok Selamatkan Tawanan Inggris di Tengah Perang Dunia II
Tim Teaterdotco - Kamis, 9 Oktober 2025 09:38 WIB
Film epik terbaru garapan Guan Hu dan Fei Zhenxiang, Dongji Rescue, mengangkat kisah nyata penyelamatan 384 tawanan perang (POW) Inggris oleh para nelayan asal Pulau Dongji, Tiongkok, setelah tenggelamnya kapal kargo Jepang Lisbon Maru pada tahun 1942. Dengan anggaran besar mencapai US$80 juta dan sinematografi kelas IMAX, film ini memadukan skala produksi spektakuler dengan emosi kemanusiaan yang menyentuh.
Latar Sejarah: Tragedi Lisbon Maru yang Mengguncang Dunia
Pada Oktober 1942, kapal Lisbon Maru yang membawa tawanan Inggris ditenggelamkan oleh kapal selam Amerika Serikat tanpa mengetahui isi muatannya. Tentara Jepang yang mengawal kapal menembaki para tawanan yang berusaha menyelamatkan diri. Namun, tragedi berubah menjadi kisah kemanusiaan luar biasa ketika nelayan Dongji menerobos blokade Jepang untuk menolong ratusan orang asing di tengah laut.
Film Dongji Rescue menyoroti keberanian nelayan-nelayan ini, khususnya dua bersaudara Abi (Zhu Yilong) dan Adang (Wu Lei), yang menjadi simbol solidaritas lintas bangsa. Bersama warga pulau lainnya, mereka mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkan para tawanan yang tenggelam.
Spektakel Visual dengan Sentuhan Heroisme
Secara teknis, Dongji Rescue adalah salah satu film perang Tiongkok paling megah dalam beberapa tahun terakhir. Penggunaan kamera IMAX memberikan visual bawah laut yang memukau, sementara sinematografer Gao Weizhe sukses menggambarkan laut sebagai kekuatan alam yang menakutkan sekaligus indah.
Adegan penyelamatan di akhir film, di mana kapal tenggelam menciptakan pusaran air raksasa, menjadi klimaks yang menegangkan sekaligus mengharukan. Penataan adegan oleh editor Yang Hongyu dan musik orkestra garapan Atli Orvarsson memperkuat emosi penonton hingga menit terakhir.
Namun, tak semua pujian datang tanpa catatan. Beberapa kritikus menilai film ini terlalu fokus pada figur heroik Abi, menjadikannya lebih sebagai kisah individu ketimbang perayaan kolektif kemanusiaan. Padahal, kisah aslinya justru tentang kekuatan kebersamaan rakyat biasa yang menolak tunduk pada kekejaman perang.
Antara Fakta dan Fiksi: Ketegangan di Balik Patriotisme
Sama seperti The Eight Hundred karya Guan Hu sebelumnya, Dongji Rescue juga sarat dengan nuansa nasionalisme dan anti-imperialisme. Film ini menampilkan penderitaan rakyat Tiongkok di bawah pendudukan Jepang dengan nada emosional dan simbolik—termasuk penggambaran kekejaman tentara Jepang yang brutal.
Meski demikian, kebebasan artistik yang diambil Guan Hu dan Fei Zhenxiang menuai pro dan kontra. Sejumlah elemen sejarah dipoles ulang demi dramatisasi, termasuk karakter-karakter fiktif dan adegan kekerasan yang berlebihan. Kritik muncul karena film ini dianggap mengorbankan autentisitas sejarah demi efek sinematik dan pesan politik yang kuat.
Secara keseluruhan, Dongji Rescue adalah drama perang megah yang memadukan kisah nyata, aksi menegangkan, dan pesan kemanusiaan universal. Meski kadang terseret dalam glorifikasi pahlawan tunggal dan propaganda nasionalis, film ini tetap berhasil menghidupkan kembali salah satu episode paling mengharukan dalam sejarah Perang Dunia II.
Dengan visual spektakuler, akting kuat dari Zhu Yilong, Wu Lei, dan Ni Ni, serta semangat “menyelamatkan yang terancam di laut” sebagai inti moralnya, Dongji Rescue layak disaksikan bukan hanya sebagai film perang, tetapi juga sebagai pengingat bahwa keberanian dan empati bisa melampaui batas bangsa dan ideologi.